TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung IGN Rai Suryawijaya mengungkapkan fakta menarik.
Dia menyebut saat ini kurang lebih 60 hotel Pulau Bali yang akan dijual pemiliknya.
Namun, di tengah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 belum ada investor lokal maupun asing yang sepakat membeli.
"Puluhan hotel atau kurang lebih ada sekira 60 hotel sekarang on sale artinya mau ditawarkan untuk dijual. Saya rasa orang punya uang pun masih berpikir saat sekarang. Jadi kalau ingin pariwisata Bali selamat harus secepatnya pemerintah pusat membantu kita," kata Suryawijaya, Jumat 5 Februari 2021.
Dia mengatakan, bisnis perhotelan di Bali sangat terpukul oleh pandemi virus corona.
Saat ini rata-rata tingkat hunian atau okupansi hotel hanya satu digit sedangkan jumlah kamar hotel di Bali sebanyak 146 ribu unit.
"Saat ini tingkat hunian hotel di Bali hanya single digit, jadi ada satu hotel miliki 100 kamar cuma isi 5 kamar. Punya kamar 200 isi 9 sampai 10 kamar, itu kan kecil sekali. Tidak akan bisa menutup biaya operasional hotel," kata Suryawijaya.
Ia mengungkapkan kekuatan pengusaha di bidang hotel dan restoran biasanya memiliki dana cadangan selama tiga bulan.
Setelah tiga bulan mereka akan mantab atau makan tabungan, setelahnya lagi akan manfest atau makan investasi yakni menjual asetnya.
Menurut Suryawijaya, kendati pemerintah memberikan kebijakan relaksasi tetapi tidak membantu banyak.
Demikian pula pemberian dana hibah pariwisata itu hanya bisa memenuhi dana operasional satu atau dua bulan.
Suryawijaya mengatakan, pelaku usaha pariwisata di Bali sangat mengharapkan soft loan (pinjaman lunak) yang diajukan Pemprov Bali sebesar Rp 9,7 triliun segera terealisasi.
• PPKM Sebelumnya Dianggap Tak Efektif, Pemerintah Terapkan PPKM Skala Mikro Mulai Besok, Apa Bedanya?
• Tingkat Hunian Hotel di Karangasem Bali Turun Drastis, Hanya Andalkan Wisatawan Lokal
• Pemprov Sebut Belum Miliki Data Rinci Mengenai Hotel Dijual di Bali
"Kalau itu segera direalisasikan dengan bunga rendah dan waktu 10 tahun mungkin akan bisa tertolong. Kalau tidak situasi dan kondisi pengusaha akan semakin sulit dan banyak yang akan kolaps dan pailit," kata Rai Suryawijaya.
Diakuinya puluhan hotel di Bali yang dijual itu lantaran sulit bertahan sementara kewajiban membayar bunga pinjaman bank tetap berjalan.
"Beberapa pemilik hotel ada yang langsung bilang ke saya (hotelnya dijual), dan menawarkan siapa tahu saya punya networking investor yang akan membelinya. Beberapa secara diam-diam (jual hotel) ya karena ini adalah rahasia perusahaan. Kalau yang pailit memang ada,” ujar Rai Suryawijaya.
Menurut dia, puluhan hotel yang dijual itu mulai dari hotel bintang tiga, bintang empat, bintang lima serta vila.
"Bintang tiga banyak yang ingin menjualnya. Pilihannya mereka tutup atau jual. Paling banyak di Badung khususnya wilayah Kuta, Jimbaran dan juga ada di Nusa Dua tapi di daerah lain juga ada," jelas Rai Suryawijaya.
Ia mengatakan, investor asing yang melirik hotel di Bali berasal dari Eropa dan Amerika karena Pulau Dewata masih dianggap aman dan nyaman untuk berinvestasi jangka panjang.
Tapi sejauh ini belum ada investor yang sepakat membeli hotel di Pulau Dewata.
"Mereka berpikir mungkin setelah tahun 2022 bisa. Masih dalam negosiasi, masih dalam proses. Kalau kemauan berinvestasi di Bali banyak yang tertarik," urainya.
Investor asing berminat terhadap properti hotel atau resort di pinggir pantai dan memiliki akses langsung ke pantai.
Investor lokal juga berminat membeli tapi lebih pada budget hotel sesuai kemampuan mereka.
Tiga Hotel Dinyatakan Pailit
Wakil Ketua DPP Indonesia Hotel General Manager Association (IHGMA) I Made Ramia Adnyana menyatakan sampai saat ini pihaknya belum menerima data pasti tentang hotel di Bali yang akan dijual.
"Setahu saya ada dua sampai tiga hotel yang dinyatakan pailit. Tetapi saya belum menerima informasi pasti kalau ada puluhan hotel dijual. Saya tidak mau memberikan komentar lebih lanjut terkait itu," ujar Ramia Adnyana saat ditemui di H Sovereign Bali, Jumat 5 Februari 2021.
Menurutnya, di Kabupaten Badung ada tiga hotel yang dinyatakan pailit dan tidak berhak menerima dana hibah pariwisata dari pemerintah pusat.
"Itu sudah diklarifikasi oleh Pemkab Badung, tapi saya tidak tahu kalau ada beberapa hotel lainnya yang sudah dinyatakan pailit. Tiga hotel pailit itu setahu saya, tapi saya tidak tahu pasti mungkin karena faktor-faktor tertentu sehingga dinyatakan pailit tapi bukan karena pandemi Covid-19," ungkapnya.
Saat ini diakuinya okupansi hotel di Bali yang menjadi anggota IHGMA hanya satu digit dan menjelang Tahun Baru Imlek belum terlihat adanya peningkatan okupansi.
"Rata-rata teman di hotel ini masih single digit okupansinya,” ujarnya.
Menurut dia, pengajuan soft loan adalah solusi terbaik untuk memberikan suntikan dana kepada pengusaha pariwisata agar usaha mereka bisa tetap bertahan hidup.
"Saya kira soft loan adalah solusi dan ini harus dipercepat (realisasi) oleh pemerintah pusat. Karena kontribusi Bali terhadap pariwisata Indonesia dan nasional itu sangat besar devisanya," harap Ramia Adnyana.
Hotel-hotel di Bali, kata dia, memiliki beberapa langkah untuk tetap dapat bertahan di tengah pandemi Covid-19. Seperti dilakukan H Sovereign Bali. Ramia Adnyana merupakan general manager hotel tersebut.
"Kita masih melakukan banyak penghematan untuk menekan biaya operasional. Kita juga jualan staycation untuk tamu yang long stay, kita kasih harga spesial jadi ada fleksibilitas rate yang kita berikan kepada mereka," imbuhnya.
Menurutnya, yang penting bisa menjaga cash flow.
“Tamu bisa membeli voucher kita sekarang dengan harga promo tapi bisa dipakai atau digunakan nanti hingga akhir Desember 2021,” kata Adnyana. (zae)