Ramadan

Megibung, Tradisi Unik Masyarakat Karangasem Bali Untuk Sambut Bulan Suci Ramadhan

Editor: Noviana Windri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

sejumlah anak-anak menyantap hidangan berbuka puasa dalam tradisi megibung saat bulan Ramadan di Masjid Al-Muhajirin, Kampung Islam Kepaon, Denpasar, Rabu (15/5/2019).

Dalam tradisi megibung terdapat sejumlah istilah yang identik dengan perayaannya.

Istilah tersebut di antaranya ada 'sele' artinya orang yang bergabung dan duduk bersama untuk menikmati tradisi megibung dalam satu kelompok.

Kedua, 'gibungan' yaitu segepok nasi dengan alas gelaran (dari daun pisang) yang ditaruh di atas dulang atau nampan.

Kemudian terakhir ada 'karangan' yang berarti lauk pauk yang bervariasi.

Baca juga: 12 Jajanan Pasar Yang Selalu Diburu Untuk Menu Takjil Buka Puasa

Merujuk pada istilah tersebut tradisi megibung memang dilakukan dengan cara makan dalam satu wadah.

Untuk melakukan tradisi ini tentu tidak sembarang karena ada tata caranya tersendiri.

Mula mula seorang warga harus menyiapkan makanan di atas wadah (gibungan) kemudian barulah menaruh lauk pauk.

Lauk pauk dalam tradisi gibungan juga disajikan dalam berbagai pilihan.

Mulai dari lawar, kekomoh, urab (nyuh-nyuh) putih dan barak, padamare, urutan, marus, balah hingga sate.

Dalam menyusun lauk saat tradisi megibun juga terbilang unik karena memilki urutan tersendiri dan akan disusun oleh seorang 'sale'.

Penyusunan tersebut dimulai dari kekomoh dan urab yang disusun pertama kali, kemudian lawar, daging dan terakhir adalah balah.

Satu porsi nasi dan lauk yang sudah tersusun tersebut oleh masyarakat setempat disebut dengan istilah satu sela.

Satu sela yang dimaksud adalah satu kelumpok yang akan menikmati hidangan gibungan.

Satu kelompok biasanya terdiri dari 5-8 orang dengan posisi duduk bersila dan melingkar.

Pada setiap kelompok ini nantinya akan dipimpin oleh seorang pepara yang bertugas untuk mengkordinir prosesi tradisi.

Halaman
123

Berita Terkini