Selain itu, saat pelaksanaan pangerupukan, selain tak ada ogoh-ogoh, pelaksanaan tawur agung kasanga juga digelar terbatas.
Yang terlibat hanya pemangku, serati, dan prajuru.
Sementara krama melakukan persembahyangan di merajan masing-masing.
Ia pun berharap agar pandemi Covid-19 segera berakhir dan kegiatan adat budaya dan agama segera kembali normal.
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, IGN Bagus Mataram mengatakan ngubeng ini digelar, meskipun wilayah desa adat tersebut berada di pesisir pantai.
Hal ini karena saat ini masih dalam suasana pandemi Covid-19 serta pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diperpanjang hingga 22 Maret 2021 mendatang.
Ia mengatakan, semua palawatan maupun pratima distanakan di Pura Baleagung ataupun Pura Desa.
“Untuk pelaksanaan melasti, makiis, maupun melis di desa adat di Kota Denpasar semua ngubeng. Pelawatan, pratima kalinggihang di Pura Bale Agung maupun Pura Desa,” kata Mataram.
Selanjutnya, untuk prosesi nunas tirta ka segara dilaksanakan oleh perwakilan desa adat dengan jumlah terbatas.
Perwakilan tersebut meliputi Jero Mangku, serati, dan beberapa prajuru desa adat.
“Jumlahnya terbatas, hanya Jero Mangku, serati, serta beberapa prajuru adat. Usahakan yang bertugas saja yang ke sana dengan menggunakan protokol kesehatan yang ketat,” imbuhnya.
Sementara bagi krama yang ngaturang soda, cukup dari sanggah kembulan.
Dari kembulan tersebut masyarakat ngayat Ida Bhatara.
Pelaksanaan ngubeng ini juga berlaku bagi desa adat yang berada di pesisir pantai.
“Tetap yang nunas tirta ke segara perwakilan saja. Kalau semua ke pantai kan bukan ngubeng namanya. Harus ketat agar tidak kebablasan nanti jadinya,” katanya.