Di Denpasar akhirnya banyak billboard. Mulai dari situ saya tekuni.
Dan saya mencari kepercayaan orang tidak mudah. Mau hujan angin saya lalui. Jadi 10-15 tahun baru orang percaya pada kita.
Perusahaan itu akhirnya saya serahkan ke anak saya dan saat ini stabil.
Karena tanggungjawab dan best service. Karena kami pertahankan quality.
Apa pesan kepada anak. Hal apa saja yang ditekankan. Karena ini merupakan inspirasi untuk anak muda saat ini?
Membangun mudah, tapi sustainable itu susah.
Jadi kiatnya apa, Pak?
Jadi jangan pakai rasa kita. Tapi rasa klien. Pelayanan. Pertama itu pelayanan. Sukses itu bagaimana kita melayani orang. Ketika orang dilayani maka orang akan datang pada kita.
Penolakan itu biasa. Penolakan itu adalah bagian dari opportunity dan challenge pada kita.
Saya selalu bilang kepada anak dan pekerja saya, bahwa ketika bekerja berkualitas, maka di mana pun akan berkualitas.
Tadi kan Bapak bilang bahwa Bapak sarjana hukum. Dan kemudian di reklame. Ini bagaimana korelasinya?
Justru karena saya berkualitas hukum, maka saya bertindak benar.
Tidak selalu saya itu berpraktik hukum. Jadi hukum itu bertindak berbicara dan berpikir benar.
Terukur dan terencana sesuai landasan hukum. Dan tidak berbicara yang ngelantur.
Terkait dengan nama sendiri. Tamba itu artinya obat atau menyembuhkan. Nah nama ini bagaimana, Pak?
Tentunya nama ini saya merasa beruntung karena dapat bermanfaat. Saya proses memang tidak tahu juga.
Nama ini diberikan kepada saya dan membawa berkah. Dengan situasi Covid saat ini banyak yang mengaitkan. Jembrana sekarang diobati.
Sejak menjadi Bupati sekarang spiritualitas lebih dalam. Apakah membutuhkan ketenangan lebih tinggi?
Saya sering katakan. Bahwa saya datang ke Pura seperti datang ke rumah pacar.
Jadi kalau ke Pura, hujan angin pun tidak akan menunda.
Menerapkan dan untuk ke sana yaitu challenge-nya.
Ketika kita sampai ke Pura, meski hujan datang, pasti doanya masuk.
Semua orang percaya, kenapa kita ke Pura, dan kita punya Pancasila.
Pengamalan sila itu kan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Artinya kalau ketika tidak ada Tuhan Yang Maha Esa tidak ada yang nomor dua, tiga, empat, dan lima.
Sehingga harus bhakti. Eling sama Tuhannya. Mengingat sama Tuhannya. Berbuat baik.
Bukan datang ke pura saja, tapi harus datang ke semuanya. Konsep ajaran agama masing-masing. Islam ke masjid dan Kristen ke gereja.
Tapi ada banyak pengalaman ketika orang pergi jauh sembahyang.
Tidak fokus malah main handphone dan foto-foto. Banyak kerugian. Tidak fokus.
Posisi saya apa yang ada hari ini, saya meyakini bahwa itu rekayasa Yang Maha Kuasa. Keputusan Beliau.
Pagi selalu saya sembahyang. Apa yang saya lakukan untuk membuka diri dan menuntun.
Dari setelah itu hingga sore ialah tuntunan Beliau.
Contoh misalnya, ketika siang kehilangan handphone sudah menjadi keputusan.
Mungkin satu minggu akan mendapat HP lain lagi. Jadi saya berpikir universal sekali.
Jadi ketika membangun tempat ibadah sangat semangat.
Karena ada orang itu salat di masjid atau misalnya orang berdoa dan sembahyang di gereja.
Artinya satu atau dua persen doa itu menjadi berkah buat saya.
Sehingga, pluralisme harus dijaga.
Saya sangat universal, sangat menerima perbedaan dan menghargai kepercayaan masing-masing.
Tidak pernah ada salah.
Seperti membantu anak yatim piatu dan orang miskin. Jadi harus dibantu.
Kalau belajar seperti itu, rasanya, itu gimana ya. Tidur itu bagus dan nyenyak.
Saya baik-baik saja ketika selesai melakukan itu semua.
Saya tidak dendam dan condong ke satu kelompok atau kelompok lainnya.
Terus bagaimana awalnya Bapak bisa terjun menjadi politisi, katanya dunia politik itu sedikit kejam. Bagaimana pendapat Bapak?
Dunia politik, tergantung orang di bidang itu. Politik itu kejam, bisa kejam. Politik itu indah, ya indah. Tergantung mindset.
Politik itu alat membantu rakyat. Niat berpolitik, ialah membangun Jembrana mengeksekusi program dan membantu rakyat. Membangun SDM pertanian dan perkebunan. Membantu KK miskin.
Kekuasaan yang diraih semaksimal mungkin untuk kesejahteraan rakyat.
Segala SDA dan SDM semua digali. Untukku Semeton Jembrana.
Setelah menjadi Bupati Jembrana, apa yang akan Bapak lakukan? Fokusnya apa saja dalam 100 hari kerja?
Saya tidak mungkin mampu bekerja dengan Pak Wakil saja. Saya butuh teamwork.
Jadi saya butuh SKPD. Dan nanti kompak, dengan speed agak tinggi.
Dan akhirnya visi dan misi bisa di-drive. Tapi kendala saat ini Covid-19. Anggaran banyak terkoreksi.
Karena recofusing?
Ya recofusing itu. Tapi jangan ada Covid, kita mengurus Covid melulu.
Dan langkah-langkah ini yang harus saya siapkan. Dan anak muda itu yang dulu nyaman bekerja di pariwisata, kemudian pulang.
Jadi bagaimana ini solusinya. Jangan sampai ada semut mati di tempat gula.
Sekarang ada PLUT atau unit pelayanan terpadu.
Di situ akan dijadikan untuk diskusi, berekspresi untuk anak-anak muda.
Jadi saya tidak ingin anak muda Jembrana putus asa.
Tapi tidak bisa langsung menghasilkan. Tapi paling tidak ada ruang dan saya support dana di situ.
Jadi di perkebunan pun kami punya coklat. Tapi saat ini kita ekspor masih nama perusahaan. Dan nanti saya coret untuk menjadikan satu brand.
Kenapa Jembrana? Karena brand sangat penting.
Sehingga buyer itu akan tahu barang itu datang dari Jembrana.
Termasuk sektor perikanan banyak persoalan di situ.
Nelayan kita. Bagaimana kami sudah meletakkan dasar-dasar perikanan. Dan Pengambengan menjadi pelabuhan yang sangat baik.
Terkait dengan sosial budaya, itu apa yang akan dikembangkan?
Kita di Jembrana ini, ada semacam atraksi budaya yang sangat mumpuni. Ini deposito kita. Tapi belum ditarik.
Makepung adalah pacuan kerbau. Dan Jegog alat musik khas Jembrana. Jadi hari ini akan kami lakukan, sirkuit 3 in 1 akan dibangun di Pengambengan. Untuk sirkuit sejauh 800 meter.
Akan ada sirkuit, tempat lomba layang-layang, lomba jukung tradisional, kuliner dan UMKM di lahan 4,5 ha.
Apa Jembrana mampu membangun itu?
Jembrana tentu tidak mampu. Jadi kami mengusulkan ke Kementerian Pariwisata. Mudah-mudahan bisa terealisasi.
Jadi akan di anggaran 2022. Dan sudah komplit maju ke Bappenas. Dan itu artinya apa saya harapkan menjadi satu produk pariwisata Jembrana.
Kami punya, rest area bagus di Yehembang, kami akan mencari brand.
Bahkan hotel Jembrana akan dimasukkan brand kenamaan. Artinya tidak biasa-biasa lagi.
Kami juga mengundang supaya Civic Center dikelola oleh Cok Krisna.
Kemudian estetika di Gilimanuk. Bukan Pol PP lagi yang ditempatkan, tapi pramu wisata. Welcome Gilimanuk, menjadi wajah yang cantik.
Lalu apa yang Bapak lakukan untuk membuat wisatawan mau datang ke Jembrana?
Pernah tidak mendengar, kalau Jembrana hanya dilintasi saja.
Tetapi saya sudah syukuri, ada yang lewat. Daripada tidak ada yang lewat.
Nah sekarang ini bagaimana cara kita membuat mereka ini tidak sekadar melintas saja, tapi transit di Jembrana tiga atau empat hari.
Nah ini harus disiapkan bagi mereka untuk tempat makan atau mandi di Jembrana.
Tempat berwisata yang bagus agar mereka betah di sini. Jadi harus kami siapkan.
Kalau di akhir tahun saja wisatawan sebanyak 48 ribu kendaraan menuju Denpasar, dan itu membawa tiga orang untuk ke Denpasar, ada sekitar 150 ribu orang.
Kalau umpama tinggal tiga hari di Jembrana saja, satu orang minimal mengeluarkan Rp 200 ribu per hari, maka sudah ada penambahan ekonomi.
Itulah yang kami siapkan dan upayakan ke depan. Untuk mengubah Jembrana menjadi indah dan sopan santun. (*).