Dengan membuat upacara ngerebo desa. Atau yang kini dikenal dengan ngerebong. Dengan sarana guling panyujug dari kucit butuan kelamin laki-laki.
Kala itu guling ini dalam posisi majujuk (berdiri), dengan kepala di atas. Dilengkapi bebantenan pangrebongan.
"Kala itu belum ada wantilan seperti sekarang," sebutnya.
Hanya ada tugu saja di tengah-tengah. Tugu itu yang kemudian dikelilingi oleh para pemangku dan pengayah yang ngerebong. Etikanya adalah berkeliling dari kiri (prasawiya), bertujuan ngeruwat atau pembersihan.
Ida bhatara tedun (datang) kala itu, melalui umat yang dipilih oleh beliau lalu kerauhan.
"Beliau melihat bagaimana kondisi damuh (umat) di sini," jelasnya.
Ngerebong sendiri memang artinya berputar. (*)
Artikel lainnya di Pura di Bali