Ida Rsi menegaskan, karmaphala dan prosesnya tidak bisa dihentikan dan akan terus berjalan.
Karmaphala tidak bisa disuap, tidak bisa dihindarkan, dihilangkan atau ditolak.
Untuk itu, menurut keyakinan Hindu Bali, setiap orang harus berusaha berbuat yang baik dan benar.
Sehingga mampu mendapatkan kebahagiaan dan hasil yang baik pula dari perbuatannya sendiri.
"Oleh sebab itu, Yudhistira meminta agar diantarkan ke neraka untuk melihat keluarganya. Dan Yudhistira ingin berada di neraka lalu mencemplungkan dirinya ke sana," jelas beliau.
Ketika melihat adik-adiknya di sana barulah neraka berubah menjadi sorga dan begitu juga sebaliknya. Sorga tempat para Korawa sebelumnya, berubah menjadi neraka.
Konsep subha-asubha karma terus berjalan dan berputar.
Baca juga: Mengupas Fenomena Diksa Massal dan Mengenal 3 Guru Nabe dalam Diksa Sulinggih di Bali
Yudhistira yang masuk ke surga dan akhirnya ke neraka, juga menunjukkan bahwa sekecil apapun karma jelek dari Sang Dharmawangsa tetap harus dibayar.
Artinya, Yudhistira pun tak luput dari hukuman neraka.
Ida menjelaskan, ada satu dosa yang dilakukan Yudhistira sehingga ia harus ikut masuk juga ke neraka walau sebentar, yaitu membohongi gurunya sendiri, Guru Drona.
Tatkala perang saudara di Kuruksetra, Yudhistira berkata bahwa Aswatama telah meninggal. Hal ini membuat Guru Drona lemah hingga akhirnya kalah dalam perang.
Padahal Aswatama yang dimaksud adalah nama gajah bukan anak dari Guru Drona.
"Nah kebohongan atau kesalahan inilah yang harus ditebus Yudhistira ketika di akhirat," imbuhnya.
Namun akhirnya neraka berubah menjadi sorga, karena para Pandawa dan keluarganya memiliki lebih banyak karma baik daripada karma buruk.
"Inilah konsep karmaphala dalam ajaran Hindu, sehingga marilah kita melakukan hal baik. Berbuat yang baik, berpkir yang baik, dan berkata yang baik selamanya. Bukan hanya sebentar atau sepotong saja," tegas Ida Rsi.