Bahkan proses pemakaman burung ini tidak dilakukan sembarangan, tetapi pihaknya juga menggelar prosesi upacara kecil ala Hindu Bali.
"Kemarin sudah dikuburkan, rencananya mau dibakar tapi tidak dikasi oleh jro mangku, akhirnya dikubur. Sempat juga kami buatkan upacara kecil. Karena saking banyaknya, maka masih ada beberapa yang tercecer tidak sempat dikuburkan," ujarnya.
Ari mengungkapkan, di areal pemakaman ini dihuni oleh dua jenis burung.
Namun mereka hingga di pohon yang berbeda.
Yakni, pohon asem ditinggali burung pipit dan pohon kepah ditinggali burung sangsiah.
Di mana yang gugur ini semuanya adalah burung yang tinggal di pohon asem.
Hal tersebut dikarena daun pohon asem relatif jarang dan kecil, sehingga tidak sanggup melindungi burung dari guyuran hujan lebat yang terjadi selama lima jam.
Sementara burung yang tinggal di pohon kepah, bisa selamat karena daunnya lebat dan besar.
Namun Ari menegaskan, meskipun Kamis kemarin ribuan burung pipit telah mati, namun jumlah burung pipit yang tinggal di sana masih banyak.
"Mereka masih banyak, biasanya jam 6 sore mereka datang habis mencari makan. Ribuan burung ini sudah sekitar 10 tahun tinggal di sini, mungkin karena area sini dekat sawah."
"Dulu jumlahnya tidak sebanyak sekarang, mungkin karena banyak pohon yang sudah ditebang, makanya mereka pindah ke sini," tandasnya.
Terkait asumsi burung tersebut diracun, Ari menegaskan hal tersebut tidak benar.
"Tidak benar seperti itu. Lagipula di sini, matinya ribuan burung tidak kali ini saja. Tapi enam bulan yang lalu juga terjadi saat hujan lebat."
"Tapi saat itu tidak diekspos karena waktu itu di bawah pohonnya adalah semak-semak, jadi burungnya tidak kelihatan. Kebetulan saat ini tanah di bawah pohon tidak ada semak, sehingga burungnya kelihatan," ujarnya. (*)
Berita lainnya di Berita Gianyar