TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Balai BKSDA Bali wilayah Gianyar mendatangi kuburan Banjar Sema, Desa Pering, Blahbatuh, Gianyar, Bali, Jumat 10 September 2021 siang.
Kedatangan mereka untuk mengambil sample bangkai burung pipit yang pada Kamis kemarin, ribuan burung mati mendadak.
Meski yang mati ini bukan spesies burung yang dilindungi, BKSDA Bali menilai penelitian terhadap kematian burung-burung ini perlu diungkap.
Sebab ini merupakan fenomena yang baru pertama kali ditemui pihak BKSDA Bali.
Ketika Tribun Bali mendatangi lokasi matinya ribuan burung tersebut, sebagian besarnya sudah dikuburkan oleh warga dan prajuru setempat.
Baca juga: Terkait Gugatan Tanah, Penggugat Desa Guwang Gianyar Harapkan Perdamaian
Di mana proses penguburan telah dilakukan pada Kamis 9 September 2021 sore.
Namun karena jumlah bangkai burung yang mencapai ribuan, sehingga masih ada yang tercecer belum dikuburkan.
Hal tersebut menyebabkan kawasan tersebut masih diselimuti bau menyengat.
Pengendali Ekosistem Hutan BKSAD Bali wilayah Gianyar, Gede Budiana mengatakan kedatangan pihaknya ke TKP gugurnya ribuan burung pipit ini, untuk mengambil sampel.
Meskipun burung pipit ini tidak masuk dalam satwa yang dilindungi, pihaknya memberikan perhatian serius terhadap penyebab matinya burung ini.
Baca juga: Hari Pertama Eka Gantikan Gus Yuda, Camat Blahbatuh Gianyar Baru Disambut Sampah Menyumbat
Sebab ini merupakan fenomena yang baru pertama kali diketahui pihaknya.
"Ini sudah masuk dalam kategori fenomena, jadi kita berikan perhatian serius walaupun jenis burung ini tidak masuk dalam satwa yang dilindungi."
"Ini juga untuk menjawab asumsi-asumsi masyarakat terhadap penyebab matinya ribuan burung ini. Sebab banyak yang berasumsi ini mati karena diracun, kita akan cari penyebab pastinya," ujarnya.
Baca juga: Kinerja Dinilai Kurang Maksimal, Bupati Gianyar Datangkan Sejumlah Pejabat Baru ke Dinas Kesehatan
Kadus Banjar Sema, Wayan Ari Pertama saat ditemui di lokasi mengatakan, ribuan burung pipit tersebut telah dikubur sesuai kesepakatan tetua banjar.
Di mana sebelumnya, pihaknya berencana untuk membakar bangkai burung tersebut, namun karena tetua melarangnya dan meminta untuk dikubur, maka pada Kamis sore masyarakat, pemuda dan tokoh adat bergotong-royong membuat liang lalu menguburkan burung yang mati.