Berita Bali

Kriminolog Unud: Faktor Ekonomi di Masa Pandemi COVID-19 Bisa Meningkatkan Kasus Narkoba

Penulis: Adrian Amurwonegoro
Editor: Wema Satya Dinata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemusnahan BB Narkoba di Kantor BNNP Bali, Denpasar, Bali, pada Rabu 3 November 2021.

Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Peredaran narkoba di Bali disinyalir melonjak kala pandemi COVID-19, BNNP (Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali berhasil mengungkap berbagai kasus kejahatan narkoba akhir-akhir ini.

Kasus kejahatan narkoba melibatkan seniman, pelatih surfing hingga event organizer, selain sebagai pemakai mereka juga beralih profesi menjadi pengedar karena keterbatasan penghasilan untuk membeli narkoba.

Tangkapan besarnya, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali berhasil menggagalkan penyelundupan 44 kilogram narkoba jenis ganja yang bakal diedarkan di Pulau Bali dari seorang Bandar Carlo alias Gawok.

"Peningkatan narkoba di masa pandemi kemungkinan bisa terjadi karena masa pandemi ada kesulitan di bidang ekonomi, mereka mencari jalan pintas, salah satunya pengedar narkoba," kata Kriminolog asal Bali, Prof I Ketut Rai Setiabudhi kepada Tribun Bali, Rabu 3 November 2021.

Baca juga: BNNP Bali Musnahkan Barang Bukti Narkoba Senilai Rp 2 Miliar dengan Cara Dibakar dan Diblender

Menurut teori kriminologi, dijelaskan Prof Rai, ada hubungan antara faktor ekonomi dengan kejahatan, bahwa semakin ekonomi terpuruk maka kejahatan dapat semakin meningkat.

Dalam hal ini ada kesempatan bagi mereka para pelaku maka muncul niat untuk melakukan.

"Mereka ada kesempatan, ada celah mengedarkan narkoba atau jual beli narkoba, lalu dimanfaatkan, yang jelas memang ada faktor ekonomi terpuruk dengan kejahatan yang bisa terjadi, salah satunya bentuk kejahatan dalam bidang narkotika," jabarnya.

Prof. Rai berharap, perhatian serius lebih diberikan oleh aparat penegak hukum yang berwenang sebagai ujung tombak, baik secara pencegahan aspek preventif maupun represif.

"Khusus untuk pencegahan bisa dilakukan melalaui kegiatan-kegiatan yang terkait khususnya dengan generasi muda, sosialisasi anti narkoba. Dan Pendekatan keluarga, masing masing keluarga supaya berperan untuk upaya pencegahan," ujarnya.

"Perlu pengawasan atau peran serta masyarakat, terutama masyarakat sekitar karena kejahatan narkoba sangat besar dipengaruhi lingkungan, perlu kontrol sosial dari masyarakat, kalau kontrolnya kuat apa yang diinginkan oleh masyarakat, seperti terhindar dari bahaya narkoba bisa terbentuk," jabar Guru Besar Hukum Pidana dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali itu.

Narkoba, masih menjadi musuh bersama karena merusak generasi penerus bangsa, meski sejak tahun 80-an pemerintah mencanangkan perang melawan narkoba namun peredaran gelapnya masih merajalela.

Prof Rai Setiabudhi menilai maraknya narkoba di Pulau Dewata tak lain tak bukan salah satunya adalah karena Bali merupakan daerah wisata yang dampak negatifnya adalah rawan terhadap masuknya narkoba dan menjadi pangsa pasar.

"Bali sebagai tempat pariwisata dampak negatifnya adalah rawan terhadap kejahatan narkotika. Bicara angka, Narkoba merupakan kejahatan terselubung, yang tertangkap sesungguhnya kecil, sama dengan teori gunung es, padahal dibaliknya yang tidak tertangkap lebih banyak dan lebih besar dari manifest yang muncul ke permukaan," tutur Prof. Rai.

Bali sebagai daerah wisata, kata prof.Rai kerap dimanfaatkan wisatawan maupun warga lokal untuk sasaran pemasaran dan penyalahguna narkoba, sehingga pengawasan dan penjagaan harus diperketat.

Baca juga: Terapkan P4GN Dengan Tes Urine, Sebanyak 40 Personel TNI di Bali Negatif Menggunakan Narkoba

"Tidak jarang para wisatawan mengkonsumsi narkotika dan memanfaatkan Bali sebagai daerah wisata, mereka ada sebagai pengedar ada sebagai pemakai, sehingga pemasaran di daerah pariwisata lebih gampang, karena ada supplay dan demand hukum ekonominya, semakin banyak pecandu narkoba di Bali, pemasaran semakin bagus. Narkoba ini cepat mempengaruhi lingkungan baik warga lokal wisatawan," katanya.

Prof Rai mengaku prihatin dengan masih maraknya narkoba padahal jelas-jelas dampaknya berbahaya mendatangkan efek candu yang sulit untuk diputus.

Hal ini menjadi tugas bersama seluruh elemen baik pemerintahan, aparat penegak hukum dan masyarakat untuk memperkuat fungsi pengawasan baik secara preventif maupun represif.

"Harus benar - benar menjadi pengawasan dari aspek preventif dan represif. Preventif ini tugas kira semua, sedangkan represif tugas dari aparat penegak hukum. Datanya lebih mengarah pada peningkatan cukup signifikan, kita sangat prihatin terhadap kondisi seperti itu," ucapnya.

Terkait sasaran kejahatan narkoba, kata Prof Rai, sudah merambah dari kalangan usia anak-anak hinga orang tua yang didominasi usia produktif mulai dari remaja.

"Sasaran kejahatan narkoba di Bali mulai dari kalangan anak-anak remaja hingga orang tua usia remaja gawat, sudah sangat riskan, walaupun sejak tahun 80-an perang melawan narkotika, tetapi kita belum pernah memenangkan perang itu," ujarnya.

Sementara itu, Kepala BNNP Bali, Brigjen Pol Drs. Gde Sugianyar Dwi Putra menilai ada sesuatu yang berubah dari dampak pandemi terhadap pengguna narkoba.

"Beberapa bulan terakhir ini saya mengindikasikan banyak sekali kasus yang terkait dengan masalah pandemic. Pada masa pandemi petugas mengungkap, contohnya kasus seniman, pemusik yang dulu biasanya memenuhi kebutuhan narkotika dari hasil bermain musik, dia pengguna ganja, sekarang tidak ada kerjaan/job tidak ada penghasilan, beralih jadi pengedar," paparnya.

"Ada juga pelatih surifng mereka menjual narkoba untuk wisatawan atau bule yang habis surfing butuh ganja agar bisa istirahat malam tidak merasakan lelah, pelatihnya nyambi jualan, ada juga orang event organizer, kasus ini mengindikasikan hal yang sama karena masalah pekerjaan," sambungnya.

Perubahan dari pengguna menjadi pengedar karena desakan kebutuhan mereka kecanduan dan penghasilan tidak ada.

Baca juga: Dari Lagu Barisan Badai Saat Jadi Napi Lapas Kerobokan, Jerinx SID Dinobatkan Jadi Duta Anti Narkoba

BNNP Bali belum lama juga berhasil menggagalkan upaya penyelundupan narkotika jenis Shabu seberat sekira 100 gram melalui perusahaan jasa titipan (ekspedisi), saat paket narkoba asal Jakarta tersebut tiba didistribusikan di Bali.

Paket asal Jakarta tersebut ditujukan kepada tersangka, Dede (25) asal Batuagung, Jembrana, Bali yang berperan sebagai pengedar narkoba.

"Dede ditangkap oleh tim Opsnal BNNP Bali sesaat setelah pelaku mengambil dari perusahaan jasa titipan," paparnya.

"Pelaku mengaku mengedarkan shabu dengan alasan kesulitan ekonomi di masa pandemi," sambungnya.

Selain itu, lantaran sepi job, pria yang berprofesi sebagai tukang cukur di Kuta, Prayogi Yudhistira (26) beralih menjadi pengedar narkoba di Bangli, sebelumnya ia merupakan pemakai lama.

Prayogi ditangkap oleh petugas Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali bersama barang bukti satu buah plastik klip berisi tanaman kering narkotika Golongan 1 jenis tanaman berupa Ganja dengan berat 46,10 gram brutto atau 40,42 gram Netto.

Prayogi merupakan perantau asal Kota Metro, Provinsi Lampung.

"Peran tersangka sebagai pengedar, profesinya tukang cukur beroperasi di Kuta mungkin karena pandemi, di Kuta pelanggan berkurang lalu bergeser ke Bangli, tapi sebelumnya memang pemakai lama saat di Kuta, biasanya kecanduan, butuh uang membeli narkoba, pemasukan dari cukur rambut berkurang, lalu menjadi pengedar," tuturnya.

Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Bali, Putu Agus Arjaya menambahkan, ada pula kasus residivis, nukannya jera setelah keluar dari penjara, Arum Setyono (36) menjadi residivis kasus narkoba karena kedapatan mengedarkan shabu yang dimasukkan ke dalam kulit bungkus permen.

Arum ditangkap petugas Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali di sebuah indekos di kawasan Tuban, Kuta, Badung, Bali, pada 17 September 2021.

Ia mengatakan, tersangka adalah seorang residivis Narkotika yang telah keluar dari Lapas pada Tahun 2017.

"Pelakunya residivis narkotika, keluar dari penjara mengedarkan lagi, setelah keluar belum tentu ada efek jera, tersangka melakukan kejahatan ini dengan motif kesulitan ekonomi di masa pandemi," ujar Arjaya dalam press release di Kantor BNNP Bali, Denpasar, Bali, pada Rabu 13 Oktober 2021.

BNNP Bali juga berupaya meminimalisir jaringan lintas provinsi dengan memperkuat sinergitas dengan stakeholders lainnya untuk mengungkap kasus-kasus narkoba.

"Jaringan ganja 50 kg kita menggandeng dan mendapatkan dukungan dari Lapas Kerobokan, di termasuk bersinergi dengan Kanwilkumham, aparat Polda Bali Polres jajaran, Bea Cukai, bersinergi untuk upaya penegakan hukum bagaimana mengungkap menangkap bandar dan jaringan berbasis teknologi dan meningkatkan kerjasama demi terwujudnya bali bersinar melakukan penangkapan oknum yang masih mencoba terlibat jaringan," jelasnya.

Ancaman hukuman bagi mereka yang bandel menyelami narkoba tidak main-main, ancaman dikirim ke Nusakambangan hingga hukuman mati pun menanti.

"Ancaman keras kalau memang bandel dsb akan dikirim ke Lapas narkotika Bangli dengan pengamanan super ketat, ideal lapas khusus narkotika, dari sisi kapasitas dan rehbilitasi. Kalau masih bandel lagi dikirim ke Nusakambangan membuat efek jera, sehingga jaringan narkotika di Bali diminimlisir, karena masa pandemi demand mengalami kecenderungan meningkat," tegasnya.

Selain itu, Arjaya mengungkapkan bahwa dampak dari pandemi Covid-19 banyak orang yang menjadi korban PHK atau kehilangan pekerjaan sehingga membutuhkan ketenangan lalu menggunakan ganja.

"Selain itu banyak orang sepi job tidak punya kerjaan beralih contoh dari kasus musisi, dia tidak punya kerjaan, hidup di kos sederhana, lalu mengkonsumsi ganja," kata dia.

"Kemudian kasus pelancong, dia seorang EO, tidak punya kerjaan di jakarta, sewa villa di Canggu butuh ketenangan lalu menggunakan ganja. Dan kasus pelatih surfing juga menawarkan kepada murid bule supaya tenang saat berselancar," bebernya.

Menurutnya, sasaran dari pengedar narkotika jenis ganja kini tengah mengalami pergeseran dari Warga Negara Asing (WNA) di Bali ke orang-orang yang terdampak pandemi dan butuh ketenangan.

"Target pasar beralih dari bule sekarang orang yg butuh ketenangan, korban PHK, harganya murah," ucapnya. (*)

Berita Terkini