Berita Bali

Sebulan Tak Ada Penerbangan Internasional Mendarat di Bali, BTB Kirim Masukan ke Pemprov dan Pusat

Penulis: Ragil Armando
Editor: Wema Satya Dinata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Bali Tourism Board (BTB), Ida Bagus Agung Partha Adnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sebulan sudah Bali resmi dibuka bagi penerbangan internasional.

Hanya saja, tampaknya masyarakat Bali harus lebih bersabar dengan kebijakan yang diharapkan mampu membangkitkan lagi dunia pariwisata tersebut.

Pasalnya, sampai saat ini belum ada satupun penerbangan internasional yang mendarat di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali itu.

Oleh sebab itu, Bali Tourism Board (BTB) akhirnya memberikan masukan kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan Pemerintah Provinsi Bali.

Baca juga: Sebulan Penerbangan ke Bali Dibuka, Hingga Kini Belum Ada Kunjungan Wisman ke Denpasar

"Betul, ini kita berikan sebagai masukan," jelas dia, Senin 15 November 2021.

Dalam masukannya tersebut, Ketua BTB, Ida Bagus Agung Partha Adnyana alias Gus Agung menyebutkan ada beberapa hal yang membuat Bali hingga kini belum didatangi oleh maskpai penerbangan asing.

Salah satunya adalah keharusan maskapai penerbangan melakukan penerbangan langsung (direct flight) ke Bali.

Pasalnya, pemerintah hanya mengizinkan maskapai asing dari 19 negara yakni Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Selandia Baru, Kuwait, Bahrain, Qatar, Tiongkok, India, Jepang, dan Korea Selatan.

Lalu, Liechtenstein, Italia, Norwegia, Prancis, Portugal, Spanyol, Swedia, Polandia, dan Hongaria.

"Pemerintah hanya mengizinkan penerbangan asing dari negara-negara yang diizinkan dalam list 19 negara-negara, sebagai contoh dari negara UAE, Emirates Airlines, Etihad, Qatar Airlines," ucapnya.

Menurut dia, para maskapai asing itu semuanya sulit untuk membawa Warga Negara Asing (WNA) masuk ke Bali, karena ada peraturan yang membelit seperti karantina 3 hari.

"Karena selain kurang menarik packagenya, ada quarantine walaupun hanya 3 hari, namun tetap saja memberatkan juga mana ada orang Doha, Dubai, Abu Dhabi yang mau khusus terbang ke Bali?," paparnya.

Gus Agung juga mengatakan bahwa kebanyakan penerbangan menuju Bali menggunakan airport hub atau bandara pengumpul.

"Mereka semua sebagai giant dari semua airlines krn mereka hanya sebagai hub saja, yang mereka angkut adalah dari US, Europe dan lain-lain. Jadi peraturan direct flights sangat-sangat tidak mungkin membawa turis masuk Bali," ujarnya.

Baca juga: Empat Penerbangan Terdampak, Pesawat Cessna Pecah Ban di Bandara Ngurah Rai Bali

Sehingga, pihaknya meminta pemerintah agar mengizinkan maskapai asing tersebut diberikan izin terbang melalui negara penghubung tidak lebih dari 12 jam.

"Solusi, airlines bisa transit di hub country, tidak lebih dari 12 jam," paparnya.

Kemudian, pihaknya juga menyoroti adanya surat edaran yakni SE 85 2021 dari Kemenhub yang menyebutkan Bandara Ngurah Rai hanya bisa menerima 1 flight atau penerbangan setiap 2 jam, berlaku untuk domestik dan asing.

Hal ini menurutnya akan sulit diterima oleh maskapai asing, sehingga pihaknya meminta peraturan tersebut direvisi kembali.

Terkait dengan adanya WNI termasuk Pekerja Migran Indonesia (PMI) & TKA (Tenaga Kerja Asing) atau Pemegang KITAS/KITAB tidak diperbolehkan masuk melalui Bali.

Menurut pihaknya seharusnya pemerintah memberikan dua opsi kebijakan yakni mendukung pembiayaan karantina bagi PMI & penanganan WNI jika terpapar COVID setelah tiba di Bali.

Kemudian khusus untuk PPLN (Pelaku Perjalanan Luar Negeri) dengan kategori WNI/PMI dapat masuk Bali dengan syarat bahwa pelayanan kesehatannya ditanggung secara mandiri.

"Solusi, Kemkeu, melalui BNPB mengeluarkan kebijakan untuk mendukung pembiayaan karantina bagi PMI & penanganan WNI jika terpapar Covid setelah tiba di Bali. Solusi kedua adalah khusus untuk PPLN (Pelaku Perjalanan Luar Negeri) dengan kategori WNI/PMI dapat masuk Bali dengan syarat bahwa pelayanan kesehatannya ditanggung secara mandiri atau berbayar sendiri," katanya.

Selain itu, pihaknya juga meminta pemerintah untuk menyederhanakan mekanisme untuk memperoleh tourist visa agar lebihkompetitif dengan negara lain.

"Mencari VISA harus ada penjamin. Solusi, Penjamin seharusnya tidak diperlukan, namun jika terkait adanya kekhawatiran pemerintah jika terjadi suatu hal-hal atau kejadian yang berakibat PPLN tersebut harus mengeluarkan biaya, apakah biaya perawatan rumah sakit dan lain-lain. Maka dengan keharusan PPLN untuk membeli Asuransi Covid yang berlaku di Indonesia & Travel Insurance, maka hal kekhawatiran tersebut dapat teratasi," ujar dia.

Baca juga: Syarat Penerbangan Bisa Pakai Antigen, Sandiaga Uno Sebut Kedatangan Wisatawan ke Bali Meningkat

Gus Agung juga berharap agar pemerintah juga membuka pasar potensial di luar 19 negara yang diberi izin masuk Indonesia dengan belajar dari Thailand yang mengizinkan warga negara dari Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Jerman, dan Australia masuk ke negaranya dengan syarat-syarat prokes yang ketat.

"Membuka pasar potensial diluar 19 negara yang ada di daftar dan belajar dari benchmarking Thailand yaitu USA, Russia, UK, Germany, dan Australia dengan prokes sudah vaksin 2 kali dan PCR negatif," paparnya.

Bahkan, salah satu program percepatannya dengan membuka pasar Australia dengan harapan maskapai penerbangan dapat promosi sebelum perayaan Natal pada 25 Desember mendatang.

"Quick wins bisa merealisasi dengan membuka  pasar Australia, secepatnya karena begitu pemerintah pusat ok, mereka akan segera terbang direct setiap hari dari Sydney dan Melbourne. Harus diputuskan segera supaya  Airlines bisa promosi untuk Christmas tanggal 25 Desember ini," tukasnya. (*)

Artikel lainnya di Berita Bali

Berita Terkini