TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Terpidana kasus korupsi program Explore Buleleng dan Bimtek CHSE, Made Sudama Diana telah membayar denda, pengganti kerugian uang negara, serta biaya perkara kepada Kejaksaan Negeri Buleleng.
Pembayaran dilakukan melalui keluarganya, pada Rabu (12/1/2022) di Ruang Pemeriksaan Bidang Pidsus Kejari Buleleng.
Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng, AA Jayalantara dikonfirmasi Kamis (13/1/2022) mengatakan, Jaksa Eksekutor telah menerima uang pembayaran sebesar Rp 57.889.419.
Uang tersebut diserahkan oleh terpidana, sesuai dalam amar putusan Pengadilan Tinggi Bali Nom 7/Pid.Sus-TPK/2021/PT DPS tanggal 14 Desember 2021.
Dimana, dalam amar putusan itu menyatakan terpidana Made Sudama Diana untuk membayar denda sebesar Rp 50 juta, membayar uang pengganti sebesar Rp57.889.419, serta membayar biaya perkara sebesar Rp10.000.
"Terpidana melalui keluarganya telah menyerahkan uang denda, uang pengganti dan biaya perkara kepada Jaksa Eksekutor sebesar Rp 57.889.419, sesuai dengan amar putusan Pengadilan Tinggi Bali," ucap Jayalantara.
Baca juga: Sempat Diajukan Banding, Putusan Kasus Korupsi Explore Buleleng Dinyatakan Inkracht
Uang yang diserahkan oleh terpidana Made Sudama Diana itu imbuh Jayalantara, selanjutnya akan disetorkan oleh pihaknya ke kas negara.
Dengan dibayarkannya uang denda, uang pengganti dan biaya perkara, terpidana yang merupakan Kepala Dinas Pariwisata Buleleng itu dinyatakan tidak perlu menjalankan pidana subsidairnya.
"Jadi terpidana cukup menjalankan hukuman pidana pokoknya selama dua tahun lebih delapan bulan penjara, sesuai dengan amar putusan hakim.
Sementara untuk tujuh terpidana lain, sudah melakukan pembayaran pada Rabu (5/1/2022) lalu," jelasnya.
Sudah Berkekuatan Hukum Tetap
Sebelumnya, pada Rabu (5/1/2022) lalu Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Buleleng pada menyatakan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Denpasar terkait kasus korupsi program Explore Buleleng dan Bimte CHSE telah berkekuatan hukum tetap.
Setelah dinyatakan berkekuatan hukum tetap, jaksa telah melaksanakan eksekusi badan, eksekusi denda, dan uang pengganti kerugian uang negara.
Dimana total barangbukti yang sudah diamankan dari tahap penyidikan dan penuntutan senilai Rp 738 juta lebih. Uang tersebut masih disimpan di RPL Kejaksaan.
Selain itu, jaksa juga berhasil mengumpulkan uang denda dan biaya perkara dari tujuh terdakwa yakni Putu Budiani, Kadek Widiastra, Nyoman Sempiden, Putu Sudarsana, I Gusti Ayu Maheri Agung Gede Gunawan, dan Nyoman Ayu Wiratini senilai Rp 350 juta lebih.
Uang tersebut akan segera disetorkan ke kas negara.
Pasca putusan majelis hakim terkait kasus korupsi program Explore Buleleng dan Bimtek CHSE dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkracht), Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) akan berkonsultasi kepada BKN Regional Denpasar.
Konsultasi dilakukan untuk memastikan hukuman apa sekiranya yang tepat diberikan kepada delapan ASN yang menjadi terpidana perkara korupsi tersebut.
Baca juga: Kasus Korupsi Explore Buleleng & Bimtek CHSE, Bupati Buleleng Segera Pecat 8 Pejabat
Ditemui usai rapat bersama Tim Bapek Senin (10/1/2022) lalu, Kepala BKPSDM Buleleng I Gede Wisnawa mengatakan, pihaknya bersama ketua Tim Bapek dalam hal ini Sekda Buleleng Gede Suyasa, sepakat untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan BKN Regional Denpasar.
"Kami akan konsultasi dulu dengan BKN terkait hukum apa yang patut diberikan kepada delapan ASN tersebut. Nanti ada keterangan tertulis dari BKN, itu akan digunakan sebagai bahan kami dalam merumuskan keputusannya, untuk selanjutnya nanti di tandatangani oleh Bupati," jelasnya.
Wisnawa pun menyebut, ada berbagai peraturan yang mengatur sanksi terhadap ASN yang menjadi terpidana perkara korupsi.
Diantaranya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Kepegawaian, Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Juknis Pemberhentian PNS, serta Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri PANRB serta Kepala BKN tentang penegakan hukum terhadap PNS yang dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
"Jadi kami harus konsultasi dulu ke BKN, biar BKN nanti memberikan rekomdedasi atau paling tidak referensi lah seperti apa nanti hukuman yang akan diberikan. Kami akan segera konsultasi ke BKN untuk mencari jalan terbaik terhadap upaya-upaya hukumnya. Kami belum bisa pastikan apakah hukukamannya berupa pemecatan atau seperti apa, tunggu hasil konsultasi dari BKN dulu," jelasnya.
Wisnawa menyebut, sejak delapan pejabat di Dinas Pariwisata itu ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan, pihaknya telah memberhentikan sementara status kepegawaian delapan terpidana tersebut.
Dengan demikian, hingga saat ini delapan terpidana itu hanya menerima gaji sebesar 50 persen. (*)