TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Wafat Usia 90 Tahun, Ini Kisah AA Ardana Ikut Berjuang Mempertahankan Kemerdekaan di Usia 12 Tahun.
Salah satu tokoh Puri Kilian Puri Agung Bangli Anak Agung Gde Bagus Ardana wafat pada hari Senin 21 Februari 2022.
Adik kandung dari Kapten Anom Mudita itu tutup usia di umurnya yang ke 90 tahun.
Ditemui di rumah duka Selasa 22 Februari 2022, Anak Agung Gede Putra Temaja Ardana mengungkapkan, sebelumnya AA Ardana sempat dibawa ke RSU Bangli pada hari Minggu 20 Februari 2022.
AA Temaja mengakui ayahnya itu memiliki penyakit bronkitis karena sebelumnya merupakan perokok.
Itu dikarenakan pula AA Ardana yang sebagai pelukis, agar mendapatkan inspirasi.
Namun karena sakit di bagian paru-paru, ia berhenti merokok pada tahun 80an.
"Kemarin pada hari Minggu sekitar pukul 10.00 Wita, karena kondisi fisik beliau sempat melemah, akhirnya beliau dilarikan ke RSU Bangli.
Setelah menjalani perawatan, pada hari Senin sekitar pukul 15.30 Wita, beliau mengembuskan napas terakhir," ujar anak ke 5 dari 14 bersaudara itu.
Sejak Senin 21 Februari 2022, jenazah AA Ardana sudah dibawa ke rumah duka di tempek Puri Kilian Puri Agung Bangli.
Karena termasuk orang yang dituakan, pihak keluarga selanjutnya akan melakukan rembug untuk membahas tingkatan upacara palebon AA Ardana.
Selanjutnya, pihak keluarga akan bertemu dengan peduluan adat karena ikut mebanjar di Banjar Pande dan Banjar Puri Agung Bangli.
"Setelah itu bersama-sama meminta petunjuk ke sulinggih. Rencananya nanti sore (kemarin, red) akan ke sulinggih," ucapnya.
Karena AA Ardana juga merupakan veteran dan kini menjabat sebagai Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Bangli, pihak keluarga akan melakukan koordinasi ke Kodim Bangli dan Legiun Veteran Provinsi Bali.
Hal ini dilakukan untuk membahas terkait pelaksanaan upacara militernya.
Pejuang Kemerdekaan
AA Gde Bagus Ardana merupakan anak ke empat dari enam bersaudara. Pria 90 tahun itu merupakan ayah dari 14 orang anak.
Diketahui, tokoh Puri Kilian Puri Agung Bangli itu sudah ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia sejak usia 12 tahun.
Ada tugas-tugas khusus yang diberikan oleh kakak-kakaknya, baik AA Gde Ngurah selaku kakak pertama hingga AA Gde Anom Mudita yang merupakan kakak ketiga.
"Paginya sekolah, malam harinya ikut membantu perjuangan. Karena pihak Belanda tidak akan mencurigai anak kecil. Terlebih aktivitas siang hari selalu ada di rumah.
Itu bagian strategi dari kakaknya," ungkap Anak Agung Gede Putra Temaja Ardana, yang merupakan anak ke lima dari AA Ardana.
Diungkapkan pula, dalam membantu perjuangan kemerdekaan, AA Ardana berjalan kaki menuju Desa Penglipuran hingga Desa Landih.
Salah satu tugasnya yakni ikut andil saat I Gusti Ngurah Rai masuk ke Kabupaten Bangli.
"Jadi awal long march ke Gunung Agung kan standby-nya di Desa Landih. Beliaulah yang bertugas mengatur semua kebutuhan logistik untuk para pasukan," ujarnya.
Setelah merdeka, AA Ardana lebih banyak mengisi harinya menghadiri kegiatan-kegiatan sosial, termasuk juga membantu mulas (ngodak) barong yang disakralkan.
Selain itu, melukis di kediamannya di tempek Puri Kilian Puri Agung Bangli. Ciri khasnya adalah lukisan semi realis cerita Ramayana dan Mahabarata.
"Beliau belajar secara otodidak. Dan beliau melukis hanya untuk mengisi waktu luang saja, dan tidak mengandalkan hidup dari lukisan. Karenanya kebanyakan lukisannya tidak dijual.
Namun beberapa lukisan dijadikan cindera mata oleh pejabat-pejabat negara. Misalnya mantan menteri PU Ir Soetami, mantan menteri keuangan Ali Wardhana, dan sebagainya," sebut AA Temaja.
AA Temaja juga mengungkapkan, sempat ada lukisan ayahnya yang berjudul 'Anoman Ngobor Alengka'. Lukisan itu diminati hingga ditawar dengan barter mobil pada masa itu, namun ditolak.
"Aji (ayah) justru memberikan lukisan itu pada orang lain dengan barter jam tangan, dengan alasan sudah kenal dekat," kenangnya.
(*)