TRIBUN-BALI.COM, BULELENG - Pancoran kuno yang terletak di sebelah barat Pasar Buleleng, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan/Kabupaten Buleleng dibuka untuk wisatawan, mulai Selasa 29 Maret 2022.
Pancoran tersebut dibuka bertepatan dengan hari ulang tahun Kota Singaraja ke 418 tahun.
Bendesa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna mengatakan, setelah direstorasi, pancoran tersebut tidak lagi difungsikan untuk pemandian umum.
Melainkan hanya dibuka namun untuk wisatawan lokal maupun mancanegara.
Namun untuk tarif masuk ke pancoran tersebut, saat ini belum dapat ditentukan oleh pihaknya.
Baca juga: Atasi Banjir, Pemerintah Akan Bangun Saluran Air di Jalur Desa Patas-Sanggalangit Buleleng
Prajuru desa adat bersama Pokdarwis Lila Cita Ulangun akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan Dinas Pariwisata Buleleng, mengingat pancoran itu masuk dalam bagian city tour Kota Singaraja.
Mantan Kepala Dinas Pariwisata Buleleng ini menyebut, pada zaman dahulu, air yang mengucur di pancoran itu sebelumnya berasal dari kali.
Air kali itu masuk lewat pintu yang ada di Pura Desa Adat Buleleng, lalu mengalir ke beberapa kolam yang ada di Puri Gede Buleleng untuk disaring.
Selanjutnya air kali hasil penyaringan itu disalurkan ke pancoran tersebut, agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Baca juga: Aipda IGS Telanjang Naik Motor ke Polres, Pengendara Bugil di Buleleng Ternyata Anggota Polisi
Namun mengingat kondisi air kali sudah tercemar, dan kolam yang ada di Puri Gede Buleleng sudah beralih fungsi untuk keindahan taman, maka air yang mengucur di pancoran itu kini menggunakan air dari PDAM.
"Kami berkomitmen melestarikan peninggalan sejarah, maka pancoran itu kini dikelola oleh Pokdarwis Lila Cita Ulangun. Namun tidak lagi difungsikan untuk pemandian."
"Pancoran itu dibuka hanya untuk wisatawan. Kalau ada wisatawan, airnya baru dinyalakan. Kami sudah menyiapkan narasi sejarah dari pancoran itu, sehingga Pokdarwis dapat menyampaikannya kepada wisatawan yang berkunjung," jelasnya.
Disinggung terkait sejarah, Sutrisna menyebut, pancoran itu diperkirakan dibangun pada tahun 1800-an. Di mana Raja Karangasem I Gusti Gede Karang membangun istana untuk dirinya di Desa Adat Buleleng, yang disebut dengan Puri Buleleng.
Baca juga: Kisah Luh Rusmiati Sulap Kertas Bekas Jadi Produk Kerajinan di Buleleng, Terjual Hingga ke Jepang
Setelah kerjaan berdiri, maka dibangun juga pemandian umum untuk masyarakat. Pancoran desa ini diperkirakan mengalami beberapa kali perbaikan, akibat bencana alam.
Berdasarkan relief yang ada di Puri Buleleng, renovasi pancoran desa itu diperkirakan terakhir kali dilakukan pada 1933.
Sutrisna pun tidak menampik, pancoran itu sempat terbengkalai bahkan menjadi tempat pembuangan sampah liar.
Hingga pada 2020 lalu, prajuru Desa Adat Buleleng memutuskan untuk merestorasi pancoran tersebut, menggunakan dana bansos dari Pemprov Bali. (*)
Berita lainnya di Berita Buleleng