TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng, Dewa Ketut Puspaka (61) dituntut pidana penjara selama sepuluh tahun.
Puspaka dinilai terbukti bersalah terkait dugaan pemerasan, gratifikasi sejumlah proyek di Buleleng.
Surat tuntutan telah dibacakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang yang digelar secara daring di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Jumat 8 April 2022.
Puspaka terjerat perkara dugaan pemerasan dan gratifikasi proyek pembangunan Bandara Bali Utara, Buleleng, pengurusan izin pembangunan Terminal Penerima LNG Celukan Bawang dan penyewaan lahan tanah Desa Yeh Sanih.
Baca juga: Hari ini Eks Sekda Buleleng Dewa Ketut Puspaka Diadili Terkait Dugaan Gratifikasi dan TPPU
Selain itu juga terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Jaksa mensinyalir Puspaka menerima uang Rp 16 miliar lebih dari proyek tersebut.
Puspaka juga dikenakan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dewa Ketut Puspaka atas kesalahannya dengan pidana penjara selama sepuluh tahun dikurangi selama berada dalam tahanan sementara, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," tegas jaksa Agus Sastrawan di hadapan majelis hakim pimpinan Heriyanti.
Puspaka dijerat dua dakwaan.
Yakni melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana.
Kemudian jaksa menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Tim jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali mengurai hal memberatkan dan meringankan sebagai pertimbangan dalam mengajukan tuntutan.
Hal memberatkan, perbuatan Puspaka dinilai bertentangan dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
"Bahwa terdakwa merupakan pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai sekretaris daerah yang seharusnya sebagai teladan. Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangannya dan tidak menunjukan rasa penyesalan, dan tidak mengakui perbuatannya," papar Agus Sastrawan.
Sementara hal meringankan disebutkan, bahwa terdakwa bersikap sopan di persidangan.
Terhadap tuntutan yang dilayangkan tim JPU, hakim ketua Heriyanti memberikan waktu selama tujuh hari bagi tim penasihat hukum terdakwa menyiapkan nota pembelaan (pledoi).
Nota pembelaan akan dibacakan pada sidang Kamis, pekan depan.
Seperti diungkap dalam surat dakwaan, kala menjabat sebagai Sekda Buleleng, terdakwa telah menyalahgunakan jabatannya.
Diduga terdakwa meminta atau menerima sejumlah uang dari beberapa perusahaan.
Yakni dari PT. PEI memberikan kurang lebih sebesar Rp 1.101.060.000. PT. TS memberikan sekitar Rp 12,5 Miliar dan Saksi H. Chojum selaku Direktur PT. BDR memberikan kurang lebih sebesar Rp 2,5 miliar.
Baca juga: Mantan Sekda Buleleng Segera Jalani Sidang, Kasus Gratifikasi Proyek Bandara hingga Terminal
Aliran Dana
Masih dalam surat dakwaan, dari sejumlah aliran dana pengurusan izin pembangunan Terminal Penerima LNG Celukan Bawang tahun 2015, ada aliran dana Rp 300 juta mengalir ke rekening Bupati Gianyar, I Made Mahayastra.
Dalam pengurusan izin yang diajukan PT PEI ini sudah mengeluarkan biaya Rp 1,8 miliar yang ditransfer ke rekening Made Sukawan Adika yang merupakan anak buah Dewa Puspaka.
Saat itu Dewa Puspaka juga menjanjikan kemudahan perijinan untuk PT PEI.
Dari sejumlah uang yang ditransfer tersebut, digunakan untuk jasa konsultan sebesar Rp 725 juta.
Lalu Rp 300 juta ditransfer ke rekening I Made Mahayastra.
Aliran uang juga masuk ke salah satu mantan pebulutangkis Bali, Made Candra Berata Rp 25 juta. (*)
Kumpulan Artikel Bali