Sisanya, sebanyak 80 persen sebenarnya bisa diekspor atau dimanfaatkan untuk bahan-bahan lainnya.
"Tapi, kenyataannya krisis minyak yang kemarin sempat terjadi delapan bulan, yaitu di triwulan terakhir tahun 2021 sampai triwulan awal 2022 itu.
Lalu, kemudian terselesaikan selama beberapa bulan belakangan dengan hadirnya MinyaKita sekarang ternyata hilang lagi dari pasaran dan masyarakat banyak yang mengajukan masalah ini kepada kita," ungkap Amin.
Lebih lanjut, terhadap adanya temuan penimbunan minyak goreng di beberapa daerah, ia mengatakan, pemerintah harus bersikap tegas dengan menindaklanjuti temuan tersebut. Serta, harus memberikan sanksi kepada distributor yang terbukti menimbun minyak goreng hingga tidak dapat terdistribusi di masyarakat.
"Terhadap yang melakukan seperti itu. pemerintah harus tegas. Kalau pemerintah tidak tegas, sekali lagi, tidak ada sanksi hukum yang tegas, para produsen yang melakukan penimbunan itu tidak jera. Sekali lagi, hukum itu tidak ada artinya, aturan itu tidak ada artinya kalau tidak ada sanksi dan sanksi itu juga tidak ada artinya kalau hanya di atas kertas," katanya. (kompas.com)