TRIBUN-BALI.COM - Dibalik fokusnya pemerintah terhadap stunting, ternyata ada penyakit TBC (Tuberkulosis) yang masih menghantui masyarakat Indonesia.
Pengelolaan pasien yang sangat kompleks, karena harus memahami banyak hal membuat penyembuhan pasien TBC perlu perhatian ekstra.
Pengelolaan ini juga tidak lepas dari adanya stigma, yang melekat di masyarakat terkait kasus penyebab kematian di dunia ini sehingga penanganan menjadi sulit.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, Dokter Padma, Sp.PD menuturkan di wilayahnya saja ada stigma pada masyarakat, yang mengatakan tidak semua batuk berkepanjangan adalah gejala TBC.
Selain itu, kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri yang masih rendah saat mengalami gejala khas TBC juga menjadi faktor penghambat.
Hal ini membuat dirinya pun harus ekstra keras, untuk menangani kasus TBC yang lebih sering diartikan sebagai Tekanan Batin Cinta.
Baca juga: Cegah Kasus TBC di Kota Denpasar, PPTI Gelar Sosialisasi di Panti Asuhan
Baca juga: Jembrana Dapat Apresiasi Terbaik Screening Terduga TBC 2022, 43 Warga Positif TBC
Ia pun kemudian berupaya melakukan penanggulangan, dengan jajaran pemerintah serta stakeholder terkait.
Salah satunya dengan jajaran media dalam acara konferensi pers 'Pernyataan Bersama Upaya Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis' di Kabupaten Badung.
Acara yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Pemberantas Tuberkulosis Indonesia (PPTI) Badung ini, dilaksanakan di Ramada Bali Sunset Road, 13 Maret 2023.
“Jadi kegiatan kegiatan seperti ini menjadi kick off awal, dan nantinya akan berkelanjutan untuk berkolaborasi. Kami berupaya memberikan aspek promotif, kalau tidak kenal maka mereka tidak akan tahu menyelesaikan masalah itu,” kata Dokter Padma, Sp.PD.
Dokter Padma mengatakan sudah menjadi tugas bersama untuk mempromosikan dan mendengungkan TBC guna meningkatkan kesadaran masyarakat terkait TBC.
Sementara dari segi fasilitas sendiri, dokter melihat baik dari tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan telah dibenahi untuk siap menangani TBC.
Ada beberapa langkah untuk melaksanakan program penanganan TBC yang dimulai dengan preventif dan kurantif.
Preventif atau upaya pencegahan salah satunya dengan TPT (Terapi Pencegahan TBC) yang sekarang sudah menyasar semua usia.
Upaya preventif ini juga memerlukan SDM yang memadai sehingga transfer knowledge, sangat diperlukan seperti pengadaan seminar, pendidikan, dan pelatihan untuk tenaga kesehatan.
Termasuk juga penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai, dan tenaga kesehatan terlatih dapat menggunakan fasilitas tersebut.
Apabila preventif gagal, maka akan berlanjut pada upaya kurantif atau pengobatan yang kini sedang menjadi perhatian Dinkes Kabupaten Badung.
Terkadang tubuh seseorang tidak merasa cocok dengan pengobatan TBC dan cepat merasa jenuh dalam masa pengobatan.
Belum lagi berbagai penyakit komplikasi yang menyertai seperti HIV dan AIDS, kencing manis, dan penyakit lainnya.
“Obat TBC harus rutin diminum setiap hari hingga enam bulan, tetapi begitu terasa dua bulan lebih baik, seseorang sudah malas untuk mengonsumsi obat dan merasa sudah sembuh.
Hal inilah yang membuat seseorang Tuberkulosis Resistensi Obat dan berpotensi meninggal dunia,” tambahnya.
Peran alumni yang telah menyelesaikan pengobatan juga sangat penting karena merekalah yang dapat mengedukasi dari kenyataan.
Pasien TBC akan masuk ke dalam tahap rehabilitasi apabila dalam perjalannya terdapat penyakit komplikasi yang berat.
Mengingat perjuangan yang akan penuh tantangan, Dokter Padma seluruh stakeholder, khususnya di Badung dapat bekerja sama mengupayakan percepatan penyembuhan.
Termasuk rumah sakit swasta, dokter praktek pribadi, dan lain lain.
TBC sendiri ditargetkan pada tahun 2030 harus segera dieliminasi, sehingga pemerintah dan jajarannya hanya memiliki waktu tujuh tahun untuk menanggulangi kasus TBC.
Mereka akan memperbaiki aspek layanan dan sistem dalam pengobatan TBC, berkomunikasi dengan semua organisasi, dan melengkapi informasi.
“TBC ini kita targetkan 2030 eliminasi, oleh karena itu semangat ini harus kita tumbuhkan karena tinggal tujuh tahun. Fenomena gunung es jug di TBC dan itu berhubungan dengan aspek kesehatan, aspek sosial, dan aspek ekonomi,” ujar Dokter Padma.
Strategi akan dirancang dengan pemangku kepentingan termasuk dengan adanya konferensi pers ini.
Walaupun ada beberapa yang belum mencapai target, mereka akan berupaya untuk selalu mencari dan menemukan serta mendampingi sehingga orang yang menderita TBC ini bisa mendapatkan pengobatan yang sesuai.
Dengan demikian, kasus TBC akan berkurang dan target 2030 dapat tercapai. (*)