TRIBUN-BALI.COM - Kepesertaan BPJS Kesehatan di Kabupaten Klungkung, melalui Program Universal Health Coverage (UHC) periode Mei 2023 sudah mencapai 99 persen.
Persentase itu melebihi target minimal 95 persen yang ditetapkan oleh pemerintah.
Namun ternyata masih ada 9 desa di Kabupaten Klungkung, yang jumlah cakupan kepesertaan BPJSnya masih di bawah 95 persen.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Klungkung, Elly Widiani, belum mengungkap dengan gamblang nama-nama desa yang cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan warganya masih di bawah 95 persen.
Desa tersebut tersebar di Kecamatan Nusa Penida, ataupun di Kabupaten Klungkung daratan.
Baca juga: Setiap Hari Polres Badung Turunkan 40 Personil Guna Amankan Pendaftaran Bacaleg ke KPU
Baca juga: Viral Perang Komentar Inara Rusli dengan Mertua, Inara: Sebaiknya Ngomong Baik-baik Gitu Loh
"Tadi masalah ini juga menjadi pembahasan dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Klungkung.
Pemda kami tunjukan data, dan kami sepakat untuk kejar cakupan lagi, karena berarti masih ada warga di desa itu yang tercecer dari program UHC," ungkap Elly Widiani, Kamis (11/5/2023).
Pihak BPJS Kesehatan dan Pemda Klungkung akan mulai menyisir desa-desa, yang cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan masih di bawah 95 persen.
Setelah orang-orang yang belum tercatat dalam kepesertaan BPJS Keseahatan ditemukan, akan diminta untuk segera mendaftar.
"Kita akan lakukan treatment dulu untuk memastikan warga yang belum masuk BPJS Kesehatan, keberadaannya ada atau tidak di Kabupaten Klungkung.
Lalu kita berikan advokasi dan dilanjutkan dengan registrasi. Jika warga kurang mampu, akan didaftarkan melalui pembiayaan pemerintah, jika pekerja nanti akan diarahkan agar didaftarkan oleh perusahaan di tempatnya bekerja," ujar Elly Widiani.
Selain itu berdasarkan data BPJS Kesehatan Cabang Klungkung, jumlah penduduk Kabupaten Klungkung sebanyak 217.469 jiwa.
Jumlah peserta sudah mencapai 216.110 orang atau 99 persen. Dari 99 persen kepesertaan, ternyata 7 persen diantaranya tidak aktif.
"Tidak aktif itu bisa karena tunggakan, ataupun karena dinonaktifkan perusahaan. Hal ini banyak terjadi pada masa pandemi Covid-19," jelas Elly Widiani.
Ada pula peserta yang sebelumnya peserta PBI (penerima bantuan iuran) APBN, namun dinonaktifkan kepesertaannya oleh pemerintah karena tidak memenuhi syarat sebagai warga penerima bantuan.