TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru (maba) seleksi jalur mandiri Universitas Udayana (Unud) tahun 2018-2022 hingga kini masih disidik oleh penyidik pidana khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati).
Dalam perkara ini, penyidik telah menetapkan empat tersangka, yakni Rektor Unud, Prof. DR. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng dan tiga pejabat Unud lainnya, yaitu I Ketut Budiartawan, Nyoman Putra Sastra, serta I Made Yusnantara.
Perkara ini belum selesai, universitas terbesar di Bali ini kembali diterpa kabar tak sedap, yaitu dugaan praktik kecurangan penerimaan mahasiswa baru lewat "jalur belakang".
Dari kabar yang beredar dalam praktik kecurangan ini disinyalir diketahui oleh petinggi PTN terbesar di Bali ini.
Diduga petinggi Unud menerima ratusan memo dari pejabat internal Unud maupun eksternal yang menitipkan mahasiswa agar bisa lolos via "jalur belakang".
Mereka menitipkan mahasiswa Unud via chat WhatsApp (WA) kepada petinggi Unud.
"Ini semua (memo) ada di dalam chat dengan panitia penerimaan mahasiswa baru," ujar sumber yang enggan namanya disebutkan.
Dalam dugaan kecurangan ini, ada ratusan titipan mahasiswa yang diloloskan meskipun nilainya tidak mencukupi untuk lolos.
Baca juga: BEM Unud Pastikan Jalur Mandiri Tetap Ada di Tahun 2023
Modusnya, mahasiswa "jalur belakang" ini tetap mengikuti tes masuk layaknya mahasiswa lainnya.
Nantinya mahasiswa titipan "jalur belakang" yang tidak lolos karena nilainya kecil akan diloloskan dengan cara nilainya dikatrol panitia sehingga masuk perangkingan.
Pula, cara lain yang dilakukan yaitu dengan penambahan kuota jalur sebelumnya sesuai perintah pihak petinggi Unud.
Praktik kecurangan ini sendiri dilakukan sejak penerimaan mahasiswa baru tahun 2018-2022.
Kabarnya penyidik Kejati Bali telah mengantongi memo titipan mahasiswa "jalur belakang" ini.
Penyidik kabarnya juga sudah memeriksa beberapa saksi untuk mengetahui praktik kecurangan ini.
Saat dikonfirmasi, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali belum bisa berkomentar banyak terkait isu kecurangan tersebut.