Kabasarnas RI Tersangka Kasus Suap

Koordinasi KPK & Puspom TNI Usut Korupsi di Basarnas: Agendakan Bertemu Panglima TNI Pekan Depan

Editor: Mei Yuniken
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono. Koordinasi KPK & Puspom TNI Usut Korupsi di Basarnas: Agendakan Bertemu Panglima TNI Pekan Depan

TRIBUN-BALI.COM – Koordinasi KPK & Puspom TNI Usut Korupsi di Basarnas: Agendakan Bertemu Panglima TNI Pekan Depan

Koordinasi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (Puspom TNI) dalam penanganan kasus korupsi dugaan suap pengadaan alat di lingkungan Badan SAR Nasional.

KPK melalui juru bicaranya, Ali Fikri mengungkapkan sudah berkoordinasi dengan Puspom TNI soal penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi.

Penglibatan TNI oleh KPK disebutkan sejak pemeriksaan, ekspose perkara, hingga penetapan tersangka.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Puspom TNI soal penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi.

"Kami patuhi hukum. Sehingga sudah kami jelaskan bahwa dari awal kami libatkan juga sinergi dengan pihak Pom Mabes TNI dari sejak pemeriksaan hingga gelar perkara serta pengambilan keputusan dari seluruh hasil kegiatan tangkap tangan KPK tersebut," kata Ali dalam keterangannya, Jumat 28 Juli 2023.

"Karena kami paham betul, khusus perkara ini berbeda dengan perkara KPK lainnya yaitu ada dua wilayah yurisdiksi peradilan yaitu umum dan militer," tambahnya.

Dengan begitu, kata Ali, proses hukum terhadap Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto akan ditangani bersama-sama dengan penyidik Puspom TNI.

Baca juga: Sejumlah FAKTA OTT KPK di Lingkungan Basarnas: Kronologi, Tersangka hingga Peran Henri Alfiandi

"Proses penegakan hukum khusus penerima suap kami selesaikan dengan kolaborasi dan sinergi antara KPK dan tim penyidik Pom Mabes TNI," kata Ali.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberikan keterangan saat konferensi pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) di lingkungan Basarnas di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/7/2023). KPK menetapkan 5 orang tersangka - Berikut fakta baru mengenai operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pejabat Basarnas pada Selasa (25/7/2023), di Cilangkap dan Jatisampurna. (Tribunnews)

KPK Agendakan Bertemu Panglima TNI Pekan Depan

KPK menjadwalkan pertemuan dengan Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono, untuk membahas kasus korupsi yang menjerat Kepala Basarnas, Henri Alfiandi.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas.

Dalam hal ini KPK berencana membentuk tim antara Penyidik KPK dengan TNI untuk penanganan perkara suap di lingkungan Basarnas.

KPK menjadwalkan pertemuan tersebut pada pekan depan.

"Nanti akan kita bicarakan pekan depan. Kita jadwalkan hari Senin barangkali atau hari Selasa."

"Bertemu kalau pimpinan sudah lengkap semua, kebetulan ketua (Firli Bahuri) lagi perjalanan dinas ke Manado," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango, Kamis (27/7/2023) dikutip dari tayangan YouTube KompasTV.

Baca juga: Usai Ditetapkan Jadi Tersangka, Henri Alfiandi Buka Suara: Singgung Penggunaan Uang yang Diterima

KPK dan Puspom TNI Harus Bekerjasama

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyaksikan penyidik menunjukkan barang bukti berupa uang saat konferensi pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) di lingkungan Basarnas di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/7/2023). KPK Tetapkan Marsdya Henri Alfiandi sebagai Tersangka Kasus Suap Alat Deteksi, Begini Kronologinya (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi hingga saat ini masih menjadi perhatian berbagai pihak.

Salah satu Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman turut memberikan tanggapannya mengenai kasus ini.

Zaenur menyebutkan bahwa dalam penanganan kasus korupsi Kabasarnas RI ini, kedua pihak baik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus memberntuk tim gabungan.

Menurut Zaenur, KPK harus membangun komunikasi dan kerjasama yang baik dengan Puspom TNI dalam menangani kasus korupsi Kabasarnas ini.

Karena dalam kasus ini pelakunya ada yang berasal dari kalangan sipil dan kalangan militer.

"Tentu ini KPK perlu untuk membangun komunikasi dan kerjasama dengan baik, khususnya dengan Puspom TNI."

"Kenapa? Karena ada pelaku dari kalangan sipil dan ada pelaku dari kalangan militer," kata Zaenur dalam tayangan Program 'Kompas Petang' Kompas TV, Kamis 27 Juli 2023.

Zaenur menambahkan, dalam kasus ini maka perlu dibentuk tim penyidik koneksitas dan peradilan koneksitas.

Artinya baik tim penyidik maupun peradilannya harus tim gabungan antara KPK dan Puspom TNI.

"Dalam hal ada penyertaan seperti ini, artinya tindak pidana dilakukan bersama-sama antara sipil dan militer. Perlu dibentuk tim penyidik koneksitas dan peradilannya pun harus peradilan koneksitas."

Baca juga: Terjaring OTT KPK, Harta Kekayaan Kabasarnas RI Henri Alfiandi Senilai Rp10 M Lebih jadi Sorotan

"Artinya dibentuk bersama-sama, tim gabungan antara KPK dan Puspom TNI. Demikian juga nanti Jaksa dari KPK dengan Oditur Militer," terang Zaenur.

Sementara itu menurut KUHAP, terkait tindak pidana bersama-sama antara militer dan sipil, maka peradilannya ditentukan dari kerugian terbesarnya.

Apakah kerugian terbesarnya ada di sipil atau di militer, jika terbesarnya di sipil maka peradilannya dilakukan peradilan sipil.

"Adapun untuk peradilannya, sesuai dengan KUHAP dalam hal dilakukan tindak pidana bersama-sama antara militer dan sipil."

"Maka dilihat kerugian terbesar itu terjadi apakah di militer atau di sipil. Kalau kerugian terbesarnya ada di sipil maka peradilannya adalah peradilan sipil," ungkap Zaenur.

Dalam kasus ini korupsi terjadi di lingkungan Basarnas, artinya kerugian terbesar berada di lingkungan sipil bukan militer.

Sehingga peradilan yang digunakan dalam kasus ini adalah peradilan sipil.

"Kalau kita lihat ini adalah kasus korupsi pengadaan di Basarnas, artinya bukan di lingkungan militer. Maka kerugiannya ada di sipil, maka peradilannya adalah peradilan sipil."

"Jadi memang waktu melakukan tindak pidana korupsi masih aktif sebagai Perwira Tinggi di TNI. Tetapi karena ini akibat dari perbuatannya merugikan publik."

"Lebih condong kerugiannya pada masyarakat umum maka peradilannya adalah peradilan umum, ini sesuai dengan KUHAP," imbuh Zaenur.

Diketahui KPK menetapkan Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap pelbagai pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023. Mereka merupakan tersangka penerima suap.

Sementara yang berperan sebagai pemberi suap yaitu, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.

KPK menduga Henri Alfiandi menerima suap sebesar Rp88,3 miliar dari para vendor pemenang lelang proyek di Basarnas pada periode 2021-2023.

Tiga vendor di antaranya, adalah PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS), PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya, dan PT Kindah Abadi Utama (KAU).

Henri mengondisikan dan menunjuk PT MGCS dan PT IGK sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.

Sedangkan PT KAU diplot menjadi pemenang tender untuk proyek pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.

KPK mensinyalir terjadi deal pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak. Penentuan besaran fee dimaksud diduga ditentukan langsung oleh Henri Alfiandi.

Komisaris Utama PT MGCS Mulsunadi Gunawan kemudian meminta Direktur Utama PT IGK Marilya menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp999,7 juta secara tunai kepada Afri, di parkiran salah satu bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap.

Kemudian, Direktur Utama PT KAU Roni Aidil menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank.

Kaitan teknis penyerahan uang dimaksud diistilahkan sebagai "Dako" (Dana Komando) untuk Henri Alfiandi ataupun melalui Afri Budi Cahyanto.

Atas penyerahan sejumlah uang tersebut, perusahaan Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil dinyatakan sebagai pemenang tender.

Marilya, Roni Aidil, dan Mulsunadi sebagai pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Baca juga: PROFIL Henri Alfiandi, Kabasarnas yang Ditetapkan Jadi Tersangka Kasus Suap, Diduga Terima Rp88.3 M

Marilya dan Roni Aidil masing-masing telah ditahan di rutan KPK selama 20 hari pertama. Sedangkan Mulsunadi diminta menyerahkan diri oleh KPK.

Sementara itu, KPK menyerahkan proses hukum Henri Alfiandi dan Afri Budi selaku prajurit TNI kepada Puspom Mabes TNI. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 42 UU KPK jo Pasal 89 KUHAP

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul KPK Sudah Koordinasi dengan Puspom TNI Soal Penetapan Tersangka Kepala Basarnas,

Berita Terkini