TRIBUN-BALI.COM - Ribuan pamedek atau umat Hindu datang merayakan Pujawali di Pura Dalem Kahyangan Kedaton, Desa Adat Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan, Bali, pada Anggara Kasih Medangsia, Selasa 22 Agustus 2023.
Puncak pujawali di pura yang berada di DTW Alas Kedaton ini diiringi parade gebogan, yang dibawa para pemedek istri dari 12 banjar yang menjadi pangempon.
Bendesa Adat Kukuh, I Gusti Ngurah Artha Wijaya mengatakan, pujawali digelar mulai pukul 13.00 Wita hingga menjelang malam pukul 19.00 Wita.
Baca juga: 52 Desa Dinas di Karangasem Telah Bentuk Peraturan Desa dan Tim Siaga Rabies
Baca juga: Gaji Pacar Pilot Rp 200 Juta Viral, Dewi Perssik Bikin Klarifikasi dan Luruskan Isu Miring
Pujawali tidak dilakukan sampai malam. Karena sesuai kepercayaan dari masyarakat setempat, bahwa usai puja-puji yang dilakukan oleh pamedek 12 banjar adat di Desa Adat Kukuh, maka akan ada pamedek niskala atau makhluk gaib yang juga menyelenggarakan pujawali.
“Kita tidak sampai larut malam. Karena memang ada kepercayaan bahwa akan ada upacara yang digelar oleh pamedek secara niskala,” jelasnya, Selasa 22 Agustus 2023.
Gusti Ngurah menyatakan, inilah yang menjadi keunikan di Pura Dalem Kahyangan Kedaton ini yang berada di kawasan hutan ini.
Konsep keunikan pujawali itu biasa disebut sandi kala, atau harus selesai di saat pergantian siang ke malam. Atau biasa disebut penangkilan alam gaib.
Untuk Kahyangan Kedaton, sambungnya, yang bersentana ialah Dewa Siwa. Pura Dalem Kahyangan Kedaton memiliki konsep Pura Tri Mandala.
Namun yang unik, biasanya utama mandala lebih tinggi daripada madya mandala. Di Pura Dalem Kahyangan Kedaton sebaliknya.
Hal ini karena Pura Dalem Kahyangan Kedaton identik dengan Lingga Yoni yang sangat erat kaitannya dengan Dewa Siwa.
“Di pura ini juga tidak diperbolehkan menggunakan hal yang panas atau api. Seperti pasepan dan dupa. Ini juga yang diyakini dan memang karena dekat dengan alas (hutan) maka itu tidak diperbolehkan. Hanya menggunakan don biu (daun pisang) tunjung emas,” ungkapnya.
Dalam pujawali, juga menggunakan tradisi gebogan. Namun karena ada dua banjar yakni Tegal dan Batangwangi yang letaknya cukup jauh, gebogan yang dibuat tidak terlalu tinggi.
Selain itu juga tradisi ngerebeg saat hari terakhir pujawali atau nyineb. Ngerebeg dilakukan dengan memutari pura sebanyak tiga kali.
“Ngerebeg dari kanan ke kiri. Ngerebeg biasanya dilakukan banjar penanggap. Dari 12 banjar itu digilir untuk melaksanakan tradisi ini dan diikuti semua krama dari muda hingga tua,” jelasnya.
Tradisi ngerebeg itu dilakukan atau dimaksudkan sebagai tanda suka cita, yang mendalam memperingati pujawali di Pura Dalem Kahyangan Kedaton ini. (*)