TRIBUN-BALI.COM - Panitia Kerja (Panja) Asumsi Dasar DPR RI dan pemerintah menyepakati untuk mengerek rerata harga minyak mentah Indonesia alias Indonesian Crude Price (ICP) dalam asumsi dasar ekonomi makro pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024.
Adapun rerata ICP tahun depan disepakati senilai US$ 82 per barel. Angka ini meningkat dari data Nota Keuangan sebesar US4 80 per barel. Tak hanya itu, asumsi lifting minyak ditargetkan meningkat menjadi 635.000 barel per hari. Sementara, usulan Presiden Joko Widodo dalam Nota Keuangan, asumsi lifting minyak hanya 625.000 barel per hari.
Sejalan dengan hal tersebut, postur RAPBN mengalami perubahan, baik dari sisi penerimaan maupun sisi belanja. Hanya saja, defisit tidak mengalami perubahan atau tetap pada angka 2,29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah dan panja Banggar DPR menyepakati mengerek target pendapatan negara Rp 21 triliun, dari Rp 2.781,3 triliun menjadi Rp 2.802,3 triliun.
Kenaikan sebesar Rp 21 triliun ini berasal dari kenaikan penerimaan pajak Rp 2 triliun dan penerimaan pajak negara bukan pajak (PNBP) Rp 19 triliun. Untuk itu, target penerimaan pajak pada tahun menjadi Rp 1.988,9 triliun, dari sebelumnya Rp 1.986,9 triliun dalam Nota Keuangan.
"Kami mengidentifikasi kenaikan penerimaan dari sisi penerimaan pajak adanya Rp 2 triliun yang bisa ditingkatkan melalui peningkatan perubahan asumsi maupun pelaksanaan UU HPP," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Banggar DPR RI, Kamis (7/9).
Sementara itu, target PNPB pada tahun depan disepakati Rp 492 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 473, triliun. Dengan begitu, belanja negara juga meningkat sebesar Rp 21 triliun, yakni dari sebelumnya Rp 3.304,1 triliun menjadi Rp 3.325,1 triliun pada tahun depan.
Sebelumnya, panitia kerja (panja) asumsi dasar RAPBN 2024 bertemu dengan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (5/9). Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio N Kacaribu mengungkapkan, beberapa asumsi RAPBN 2024 berubah di dalam rapat tersebut. Namun, ia menegaskan defisit fiskal yang telah dipatok oleh pemerintah tidak berubah.
"Defisit tetap, tidak berubah. Tetap di 2,29% produk domestik bruto (PDB). Nominalnya pun tak berubah," terang Febrio saat ditemui di komplek Senayan, Selasa (5/9).
Dengan demikian, Febrio menegaskan defisit anggaran pada tahun depan tetap dipatok di kisaran Rp 522,8 triliun. Sedangkan untuk asumsi dasar yang berubah, ia menyebut itu adalah harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) juga lifting minyak.
Asumsi harga ICP diubah menjadi US$ 82 per barel. Dari awalnya, asumsi harga ICP dipatok US$ 80 per barel. Sedangkan lifting minyak ditargetkan meningkat menjadi 635.000 barel per hari, dari sebelumnya dipatok 625.000 barel per hari.
Febrio bilang, perubahan terutama dari ICP maupun lifting minyak mengantisipasi pergerakan harga ICP ke depan. "Diharapkan mampu mengakomodir risiko dalam harga ICP. Sehingga, APBN yang kami susun ini tetap forward looking," tambah Febrio.
Febrio melanjutkan, akan ada rapat lanjutan antara pemerintah dengan Badan Anggaran DPR RI. Dengan sebelumnya hasil rapat panitia kerja berupa postur sementara pada hari ini akan dibawa pada Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Pada pekan depan, akan ada laporan dari panitia kerja B terkait belanja pemerintah pusat dan daerah, serta panitia kerja C. Baru nantinya, postur sementara akan dibawa ke tim perumus (timus) dan tim sinkronisasi (timsin), kemudian untuk pengambilan keputusan di tingkat Badan Anggaran. Setelah mendapat ketok palu dari Badan Anggaran DPR RI, baru akan disahkan di rapat paripurna. (kontan)