Kasus SPI Unud

Sidang Kasus Dugaan Korupsi SPI Unud, Tim Hukum Prof Antara Hadirkan Tiga Ahli

Penulis: Putu Candra
Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prof Ganefri memberikan keterangan sebagai ahli dalam kasus dugaan korupsi SPI Unud di Pengadilan Tipikor Denpasar - Sidang Kasus Dugaan Korupsi SPI Unud, Tim Hukum Prof Antara Hadirkan Tiga Ahli

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sidang kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru (maba) seleksi jalur mandiri Univeritas Udayana (Unud) tahun 2018-2022 kembali berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis 4 Januari 2024.

Adalah terdakwa mantan rektor Unud, Prof. DR. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.IPU yang menjalani sidang dengan agenda mendengarkan pendapat ahli yang dihadirkan tim penasihat hukumnya, Hotman Paris Hutapea dkk.

Ketiga ahli yang dihadirkan adalah rektor Universitas Negeri Padang, Prof. Drs. H. Ganefri, M.Pd., Ph.D, ahli hukum keuangan negara dan dosen hukum Universitas Indonesia, Dian Puji Nugraha Simatupang.

Baca juga: Sidang Kasus Dugaan Korupsi SPI Unud, Tim Hukum Prof Antara Hadirkan Tiga Saksi Meringankan

Serta ahli psikologi sekaligus dosen fakultas psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Dr. Andik Matulessy, M.Si.

Prof Ganefri yang menjabat sebagai rektor Universitas Negeri Padang sejak tahun 2016 hingga sekarang mengatakan, penerapan pungutan SPI di institusi yang dipimpinnya berdasarkan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud).

"Di kami menerapkan SPI. Selama ini dasar kami memungut SPI adalah permendikbud nomor 25 tahun 2020. Sebelumnya kami mengacu permendikbud 39 tahun 2017, lalu diperbaharui," jelasnya.

Menurutnya, adanya SPI memang diperuntukan khusus untuk penerimaan mahasiswa jalur mandiri.

"Karena asumsinya yang masuk jalur mandiri dianggap mampu secara ekonomi. Tapi tetap harus mengutamakan kemampuan akademik," ucap Prof Ganefri.

Prof Ganefri juga berpendapat, jika pungutan SPI yang dilakukan universitas masuk sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) bukan termasuk perbuatan korupsi.

"Sejauh semua pungutan menjadi PNBP, itu bukan korupsi atau pungli. Masuknya harus ke rekening institusi," jelasnya menjawab pertanyaan Hotman Paris.

"Sejauh sumbangan itu masuk ke rekening institusi dan menjadi PNBP, itu tidak masalah. Semua pungutan itu harus masuk PNBP. Semua penerimaan yang sudah menjadi PNBP jika dikeluarkan harus melalui jalur Rencana Bisnis Anggaran (RBA). Kalau tanpa RBA, itu ilegal," cetus Ganefri.

Sementara, Dian Puji Nugraha Simatupang sebagai ahli hukum keuangan negara menerangkan terkait aspek-aspek kerugian negara.

Ia pun menjelaskan definisi kerugian negara, disebutkan sebagai kerugian negara jika ditemukan adanya pengurangan dari penerimaan negara.

Ia pun menyebutkan, sah atau tidaknya penerimaa negara harus mendapat pengesahan dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

"Sah dan tidaknya penerimaan harus mendapat surat pengesahan dari KPPN sebagai kuasa bendahara umum negara. Baru penerimaan itu menjadi sah sebagai pendapatan negara," terangnya.

Perihal adanya perbedaan antara SPI jalur mandiri yang diposting di website Unud dan SK rektor, menurut Puji Nugraha lebih mengacu pada maladministrasi.

"Ya tinggal dilakukan perbaikan, jika ada kesalahan administrasi," ujarnya.

Kumpulan Artikel Bali

Berita Terkini