"Anda dapat mengambil kesimpulan sendiri mengenai apakah Pemerintah Australia salah secara moral bersalah karena telah melakukan hal tersebut," tuturnya.
Perdana Menteri saat itu, Julia Gillard, mengatakan, tidak ada satupun anak Indonesia yang ditahan di penjara dewasa di Australia.
Pernyataan itu kemudian dibantah Pengacara Senior di Ken Cush and Associates, Caitlin O'Brien yang membantu memperjuangkan nasib anak Indonesia bersama Komisi Hak Asasi Manusia Australia, karena praktis tidak ada uluran tangan serius dari Pemerintah Republik Indonesia saat itu, meski pihaknya mencoba menjalin komunikasi.
"Kami sudah mendekati pemerintah Menteri, Komnas HAM, tidak ada satu pun yang tertarik untuk membantu. Mungkin mereka hanya melihat Yasmin hanya anak nelayan di bawah garis kemiskinan," jelas Caitlin.
Pada 17 Mei 2012 Jaksa Agung Australia mengumumkan pembebasan WNI dari penjara. Sehingga pada 18 Mei 2012, Ali Yasmin bisa pulang ke Indonesia. Pada 2017, Pengadilan Banding di negara bagian Australia Barat merasa yakin bahwa telah terjadi kegagalan dalam mencapai keadilan (miscarriage of justice).
Keputusan tersebut membatalkan hukuman tersebut dan seluruh hakim dengan suara bulat menyetujui bahwa Ali Yasmin harus dibebaskan.
"Sejak hukuman Yasmin dibatalkan, kami telah membatalkan 7 hukuman lagi untuk anak laki-laki Indonesia lain yang berasal dari Pulau Alor, Rote dan Wakatobi. Dalam semua kasus di atas ditemukan bahwa semuanya masih merupakan anak-anak dan telah terjadi ketidakadilan terhadap mereka," ujarnya.
Pada 2018, Yasmin memulai gugatan kelompok (class action) untuk kompensasi atas dirinya sendiri, dan atas nama anak-anak Indonesia lainnya, yang sebagian besar berasal dari desa nelayan yang dicegat dan ditahan oleh pemerintah Australia.
Pada 22 Desember 2023, Pengadilan Federal Australia memutuskan untuk memberikan uang 27,5 juta dolar Australia atau setara Rp 270 miliar sebagai kompensasi bagi anak-anak Indonesia yang ditahan secara tidak sah di tahanan imigrasi dan dipenjara sebagai orang dewasa.
Pengadilan melihat jumlah uang tersebut sebagai jumlah yang adil dan layak untuk diberikan kepada anggota class action.
Pengadilan menunjuk Mark Barrow dari Ken Cush and Associates, untuk mengelola skema distribusi kompensasi tersebut kepada anggota kelompok class action dalam kurun waktu 12 bulan.
Pengelola dana Kompensasi (Administrator) Mr Barrow, penerjemah Toni Kopong bersama timnya telah mengunjungi Kupang, Pulau Rote dan Alor dalam tiga bulan terakhir untuk memproses kompensasi para anggota kelompok.
Ken Cush and Associates saat ini mewakili lebih dari 100 anggota grup dan telah bertemu dengan 80 anggota grup dari seluruh Indonesia.
"Estimasi jumlah anggota kelompok menurut Pengadilan Federal Australia adalah 240 orang," beber Mark.
Berkas Komisi Hak Asasi Australia dan Pengadilan Federal Australia, setelah 10 tahun Ali Yasmin mendapatkan kompensasi class action (gugatan kelompok) 27,5 juta AUD di Pengadilan Federal Australia untuk anak-anak Indonesia atau setara Rp 270 miliar.