"Kompensasi sesuai situasi dan kondisi masing-masing anak oleh waktu dimana mereka di Imigrasi maupun di dalam penjara. Saya ditunjuk bekerja dan datang ke Indonesia memproses kompensasi untuk keluarga," tuturnya.
Pemerhati Keadilan ‘Justice of the Peace’ di Australia Colin Singer, mengemukakan, perjuangan ini bermula saat ia berkunjung sebagai pengunjung independen pemerhati keadilan di penjara tersebut.
"Saya melihat masalah besar. Saya mengunjungi pusat kesehatan ada data anak anak Indonesia. Saya dibawa ke blok anak-anak Indonesia ditempatkan. Kondisinya memprihatinkan sel yang seharusnya digunakan 1 orang ini untuk 3 orang sampai ada yang kepalanya dekat closet. Tidak ada perlengkapan ibadah untuk mereka, penanganan kesehatan buruk," paparnya.
Yasmin saat itu tidak punya kesempatan untuk turun atau pulang, dia menjadi korban traffic imigran gelap hingga pada akhirnya dibebaskan saat usia 16 tahun.
Ia menduga secara sistematis dibuat untuk memenjarakan anak-anak Indonesia agar jera.
"Kami tahu anak Yasmin korban eksploitasi penyelundup manusia. Saat itu dia berada di masjid untuk membantu pekerjaan oleh seorang yang dianggap paman dijanjikan uang besar, mengantar barang di pulau-pulau Indonesia," bebernya.
Pemerintah Australia tidak menyatakan atau mengungkapkan permintaan maaf langsung kepada Indonesia maupun anak-anak para korban ini, namun memberikan 27,5 juta dolar Australia untuk korban salah tangkap.
"Australia hanya merasakan dengan membayar uang. Secara resmi tidak ada permintaan maaf ke Yasmin. Ada perlawanan sengit Pemerintah Australia. Akhirnya mereka setuju bayar uang kompensasi. Karena proses kompensasi akan berlangsung selama 12 bulan, maka setiap anggota kelompok class action harus menghubungi Pengurus untuk mendapatkan bantuan," ujar dia. (adrian amurwonegoro)
Kumpulan Artikel Bali