Apakah Hukum berkaitan dengan Norma dan Etika? Ini Pendapat Praktisi Hukum Agus Widjajanto

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Agus Widjajanto

TRIBUN-BALI.COM - Dalam aliran hukum positif yang dianut oleh hukum di Indonesia,  perlu dipisahkan secara tegas antara hukum dan moral. Yakni antara hukum yang berlaku dengan hukum yang seharusnya, antara Das Sein dan Das Sollen.

Begitu kaku-nya aliran hukum positif yang kadang tidak mencerminkan rasa keadilan, maka Prof. Satjipto Rahardjo mengajarkan aliran hukum progresif, dimana antara Das Sein dan Das Sollen saling mengisi, tidak terpisahkan .

Sesungguhnya, hukum juga berkaitan dengan moral karena hukum mencerminkan nilai-nilai etika dalam aturan aturannya, meskipun hukum dan moral tidak selalu identik, karena aturan hukum positif.

Baca juga: Kronologi Penyerangan Anggota TNI di Lapangan Futsal di Kerobokan, Diduga Berawal dari Salah Paham

Etika sendiri adalah ladang tempat hukum ditemukan dan hukum itu sendiri merupakan pengejawantahan dari aturan formal yang diberikan sangsi.

Dalam filsafat hukum, kita mengenal tingkatan hukum yang berawal dari nilai, asas, norma dan Undang – undang.

Artinya, pada saat hukum itu dibuat maka disitulah nilai - nilai norma dan etika sudah melekat. Para pembentuk undang - undang sendiri adalah para ahli dan pakar dibidangnya, yang menggunakan dan mempertimbangkan etika hukum .

Kalaupun ada sesuatu yang kurang jelas dalam norma hukum yang tertulis dalam pasal-pasal Undang - undang, maka perlu adanya penafsiran dan harus diuji di Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Diduga Hamili Anak di Bawah Umur dan Berkebutuhan Khusus, Zakaria Terancam 15 Tahun Penjara

Bukan karena etika, lalu norma hukum dan bunyi dari UUD itu sendiri dijadikan komuditas politik,
contoh yang baru saja formal dan diperdebatkan yang muncul di media adalah soal apakah presiden boleh kampanye, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain ?

Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dalam pasal 299 ayat (1) presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye dan ayat (2) pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye.

Sementara dalam Pasal 304 ayat (1), dalam melaksanakan kampanye Presiden dan Wakil Presiden, Pejabat Negara, Pejabat Daerah, dilarang menggunakan fasilitas negara.

Fasilitas negara berupa apa saja, dituangkan dalam ayat (2) dari Pasal 304.

Sedangkan Pasal 305 mengatur tentang fasilitas negara yang melekat pada jabatan presiden dan wakil presiden yang harus dilakukan sesuai situasi dan kondisi secara profesional dan proporsional .

Dengan adanya pasal didalam Undang – undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tersebut, hak kampanye yang diberikan kepada Presiden dan Wakil Presiden adalah hak demokrasi sebagai warga negara yang kebetulan menjabat presiden.

Sedangkan uji materi menyangkut batas umur minimal dari pada Capres dan Cawapres yang telah diputuskan oleh MK dalam perkara Nomor 90 Tahun 2023, berkaitan dengan norma hukum , atau subtansi bunyi undang - undang yang dianggap bertentangan dengan norma dari UUD 1945 sebagai hukum dasar negara.

Menyangkut norma yang diuji maka, berlaku bagi seluruh warga negara, yang tidak lagi membedakan jenis kelamin, suku, ras maupun agama, kebetulan saja setelah keluarnya putusan MK, maka Gibran Raka buming Raka, sebagai calon wakil presiden dari Prabowo Subiyanto, anak seorang Presiden.

Ini bukan berarti menyalahi etika, karena sesuai hukum positif yang berlaku, maka aturan hukum itu sesuai bunyi pasal dalam undang – undang. Itulah yang harus dipatuhi termasuk putusan Mahkamah Kontitusi yang berlaku final dan mengikat, yang merupakan hak bagi seluruh warga negara tanpa kecuali.

Apakah itu norma hukum ? Norma hukum adalah kesepakatan yang dibuat oleh seluruh masyarakat beserta elemen-nya atau yang mewakili masyarakat dalam suatu wilayah tertentu (DPR RI, DPRD Propinsi, DPRD Kota/Kabupaten dan DPD) tentang apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.

Bahwa norma hukum adalah peraturan yang harus dihormati di suatu negara agar dapat hidup dalam kerangka hukum di masyarakat . Contoh hukum pidana, hukum perdata, hukum adat, hukum lalulintas, bahkan hukum alam.

Apa yang terjadi saat ini justru adanya pernyataan sikap di beberapa universitas baik negeri maupun swasta bahwa kita Indonesia telah mengalami darurat politik, karena dianggap presiden Jokowi sudah menyalahi etika sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, mencalonkan anak-nya dalam Pilpres tahun 2024.

Dianggap tidak netral karena Jokowi sedang menjabat. Apabila dikaitkan dengan bunyi Undang - undang Pemilu, dalam pasal 304 dan 305, hak itu adalah hak demokrasi dari presiden. Harusnya para penggagas gerakan dikampus tersebut, memberikan edukasi agar pemilu berjalan demokratis yang berasaskan Jurdil, bisa terlaksana dengan baik.

Menekan Presiden dengan menggunakan alasan etik sebagai dasar petisi. Sangat jelas muatan dari petisi tersebut adalah menjegal keabsahan paslon 02 yang dianggap secara moral dan etika tidak layak jadi calon presiden dan wakil presiden.

Harusnya, kampus tetap netral, kebebasan mimbar yang dimiliki jangan terkontiminasi oleh kepentingan politik praktis, jangan mau digiring kearah itu agar marwah dunia kampus tetap terjaga.

Bagaimana apabila ternyata suara rakyat mayoritas justru memilih paslon 02, dimana berlaku suara rakyat adalah suara Tuhan ( Vox Populi Vox Dei ) ? Apa tidak justru mempermakukan diri sendiri sebagai pelaksana kawah candra dimuka dalam mendidik anak bangsa sebagai calon para pemimpin kedepan dari bangsa ini?

Pilpres tahun 2024 saat ini lain dari Pilpres sebelumnya, dimana kepentingan Negara dan Bangsa dipertaruhkan. Kondisi geo politik dan geo strategis, baik kawasan maupun kepentingan global saat ini, yang memandang Indonesia ibarat gadis paling cantik di dunia yang perlu direbut dan dikuasai.

Jangan berpikir sempit hanya soal Pilpres dan hiruk pikuk-nya yang dianggap ada darurat politik di negeri ini, tapi ada yang lebih besar yang dipertaruhkan, yaitu kelangsungan bangsa dan negara ini jadi taruhan. Ini yang harus dipahami bersama.

Karena pemilu serentak saat ini, Pilpres dan wakil rakyat di DPR RI, DPRD Propinsi, DPRD Kota/Kabupaten dan DPD, maka harus ada pemerintah yang stabil untuk bisa menjaga dan menjamin pesta dlima tahun sekali ini terlaksana dengan baik, sebagai negara yang, kata-nya demokrasi.

Mari, kita berikan kebebasan kepada masyarakat sesuai pilihan, jangan ada petisi politik, tekanan dan gerakan mendiskreditkan paslon Presiden, untuk menghasilkan suara yang benar benar demokrasi.

Penulis:

Agus Widjajanto

Praktisi hukum dan Pemerhati Sospolbud

Berita Terkini