Berita Badung

LAHAN Pantai Lima Belum Bersertifikat! DPRD Tengahi Konflik Pemkab Badung dan Desa Adat Pererenan!

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MEMANTAU - Ketua Komisi II, I Gusti Lanang Umbara (kiri) bersama Kadis PUPR Badung IB Surya Suamba (tengah) dan Ketua Komisi I I Made Ponda Wirawan (kanan) saat turun memantau ke Pantai Lima, Desa Pererenan, Mengwi, Badung, Senin (24/6).

TRIBUN-BALI.COM - Kisruh di Desa Adat Pererenan, Mengwi Badung terkait tanah negara yang akan dibangun oleh investor sepertinya akan berlanjut. Pasalnya lahan yang menjadi sengketa itu ternyata belum bersertifikat, namun sudah disewakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung kepada investor.

Hal itu pun terungkap saat Komisi I dan Komisi II DPRD Badung turun ke lokasi sengketa lahan antara masyarakat adat dengan pemerintah setempat di Pantai Lima, Desa Pererenan, Senin (24/6). Turut hadir dalam kunjungan ini adalah Kadis PUPR Badung, Surya Suamba, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Satpol PP Badung, dan instansi terkait lainnya.

Ketua Komisi II DPRD Badung, I Gusti Lanang Umbara, didampingi Ketua Komisi I, Made Ponda Wirawan, menegaskan bahwa desa adat merupakan bagian dari pemerintah, ibarat hubungan anak dan bapak. "Kami selaku wakil rakyat di Pemerintahan Kabupaten Badung ingin mencari solusi terbaik untuk desa adat dan pemerintah," ujarnya.

Pihaknya mengakui, aset yang menjadi sengketa telah dicatatkan sebagai aset Pemkab Badung, meski proses pengajuan sertifikat tanah tersebut sedang berlangsung. "Intinya, pemerintah memikirkan masyarakat Kabupaten Badung, sehingga aset-aset Kabupaten Badung ini dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat," katanya.

Terkait legalitas penyewaan tanah kepada pihak ketiga, meskipun sertifikatnya masih berproses, politikus asal Desa Pelaga ini menegaskan bahwa hal itu dibenarkan karena aset tersebut sudah dicatatkan.

"Sesuai dengan kewenangan undang-undang, pengelolaan dan pemanfaatan aset diberikan kewenangan kepada pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten. SK sudah kita catatkan dan itu merupakan dasar hak bagi kita," jelasnya.

Diakui dari data yang dimiliki, aset Kabupaten Badung bertambah Rp 46 triliun dari Ujung Pantai Tanjung Benoa hingga Cemagi. Hal itu pun bisa dihitung jika semua sertifikatnya sudah keluar.

Baca juga: WASPADA Haid Tidak Normal, Hati-hati Miom dan Kista Kandungan, Simak Penjelasannya!

Baca juga: DENDA Diusulkan Pj Gubernur Bali di Perubahan Perda, Jika Wisman Tak Bayar Pungutan Rp150 Ribu!

Sejumlah Krama desa adat, bersama bendesa adat dan tokoh masyarakat lainnya saat melakukan penolakan dengan membentangkan baliho di Pantai Lima pada Selasa 18 Juni 2024. (Agus Aryanta/Tribun Bali)

Untuk menyelesaikan masalah sengketa tanah itu, Lanang Umbara juga menyatakan kesiapannya untuk memfasilitasi pertemuan antara Desa Adat Pererenan dengan Bupati Badung.

Langkah yang ditempuh Pemkab Badung tepat dan sesuai dengan peraturan. Terlebih, Pemkab berhak melindungi tanah negara demi kepentingan masyarakat luas. "Mudah-mudahan Pak Bupati segera ada waktu untuk bertemu dengan krama Desa Adat Pererenan," katanya.

Sementara, Bendesa Adat Pererenan, I Gusti Ngurah Rai Suara berharap sengketa lahan menemukan titik terang dan desa adat dapat memanfaatkan lahan tersebut dapat dikelola untuk kepentingan masyarakat. "Kalau bisa tanah ini (sengketa, Red) bisa menjadi hak milik desa. Dan kalau tidak, agar bisa untuk dikelola," katanya.

Terkait somasi yang dilayangkan kepada beberapa pihak, termasuk Bupati Badung, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruangan (PUPR) Bidang Sumber Daya Air (SDA), dan PT Pesona Pantai Bali yang saat ini menjadi investor atau penyewa lahan negara tersebut.

Pihaknya belum berani memberi jawaban pasti, namun akan rapat kembali dengan krama adat. "Nanti kami rapat dulu prajuru (menyikapi somasi yang telah dilayangkan) prajuru desa adat dan desa dinas," imbuhnya.

Bendesa Adat Rai Ngurah Suara menjelaskan, apa yang dilakukan berdasarkan paruman adat. Masyarakat adat, menurutnya, menginginkan pemerintah menjalin komunikasi dengan pihak adat atas aktivitas yang dilakukan di wilayahnya, termasuk dugaan reklamasi.

Selain itu juga menyampaikan keinginan warga adat untuk turut serta mengelola tanah yang telah ditata oleh Pemerintah Kabupaten Badung, baik untuk lahan parkir maupun keinginan UMKM warga di sekitar pantai tersebut.

I Wayan Koplogantara, Kuasa Hukum Desa Adat Pererenan. (Tribun Bali/I Komang Agus Aryanta)

"Untuk somasi, tentu kami akan melakukan komunikasi kembali bersama krama. Kalau bisa kami desa adat sebagai hak milik, kalau tidak bisa yang mengelola," jelasnya.

Lanang Umbara dalam kesempatan itu pun berjanji akan melakukan komunikasi dengan Bupati Badung Nyoman Giri Prasta terkait pernyataan yang disampaikan oleh bendesa adat. Pihaknya pun akan melakukan pertemuan antara masyarakat adat dengan bupati untuk mencari titik temu dan jalan keluar.

"Kami berharap ada solusi atau win win solution yang baik untuk kita semua,” ujar Lanang Umbara sembari mengatakan akan melakukan fasilitasi untuk mempertemukan warga dengan Bupati Badung.

Pihaknya pun mengaku akan memfasilitasi pertemuan itu. "Pasti kita fasilitasi. Apalagi ini krama adat. Krama biasa pun kita akan fasilitasi dari anggota dewan. Mudah-mudahan Bapak Bupati cepat bisa ketemu," imbuhnya. (gus)


Berharap Dikelola Desa Adat

DESA Adat Pererenan, Kecamatan Mengwi, Badung dalam waktu dekat akan melayangkan surat permohonan pengelolaan lahan di Sungai Surungan, Pantai Lima. Permohonan pengelolaan atas lahan itu pun dilakukan karena dinilai Desa Adat tidak pernah memohon untuk mengelola kepada Pemerintah Kabupaten Badung.

Hal itu disampaikan Kuasa Hukum Desa Adat Pererenan I Wayan Koplogantara saat dikonfirmasi, Senin (24/6). Pihaknya mengaku, setelah melakukan somasi, Desa Adat Pererenan akan melayangkan surat permohonan pengelolaan lahan tersebut.

Apalagi saat Pemkab Badung melalui Kepala Dinas PUPR Badung melakukan klarifikasi terkait masalah itu, disebutkan bahwa pihak desa sama sekali tidak pernah mengajukan pengelolaan lahan.

"Sebenarnya pada tahun 2023, desa adat melakukan pengajuan hak milik ke BPN, tapi ditolak, karena ada pihak yang keberatan yakni Pemkab Badung. Padahal saat itu desa adat memohon agar lahan itu dijadikan pelaba pura puseh dan desa," ujar Antara.

Pihaknya berharap Pemkab Badung bisa mengerti akan permintaan desa adatnya sendiri. Sehingga tidak diberikan investor untuk menggunakan lahan tersebut. "Kebersihannya siapa yang menjamin nanti? Apalagi akan dibuat restoran. Maka dari itu setelah rembug, kami berencana akan memohon pengelolaan lahan itu," jelasnya.

Diakui somasi dilakukan agar Desa Adat Pererenan juga diperhatikan, mengingat krama desa adat juga merupakan rakyatnya Bupati Badung.

"Jadi dalam hal ini kita mencari jalan yang terbaik. Mungkin nanti kalau dibantu, nanti bisa pendapatannya digunakan untuk pembangunan di Desa Pererenan dan biaya upacara adat. Sehingga antara pemerintah dengan desa adat bisa saling dukung," jelasnya.

Dikatakannya, pengelolaan yang dimaksud tidak juga seutuhnya, namun juga bisa bekerja sama dengan pihak pemda. Mengingat sesuai rencana awal Sungai Surungan itu akan dibuat wisata atau tempat memancing.

"Kedepan rencananya akan bekerjasama dengan Desa Munggu, karena itu wilayah perbatasan. Sehingga kita berharap desa adat tetap yang mengelola dan menjaganya," kata Antara sembari mengatakan sebelum ditata PUPR Badung, lahan itu juga dilakukan pemeliharaan dengan menanami pohon bakau.

Koplogantara berharap Pemerintah Kabupaten Badung bisa menerima masyarakatnya sendiri, ketimbang mengutamakan investor.

Apalagi pengelolaan lahan itu akan dilakukan oleh dua desa adat. "Jadi kami berharap nanti permohonan kami diterima, entah itu pengelolaan langsung, atau kerjasama dengan pemda. Sehingga tidak ada konflik antara Pemkab Badung dengan Desa Adat Pererenan," katanya. (gus)



Berita Terkini