TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Berikut berita Viral Bali yang menjadi sorotan publik di Pulau Dewata sepanjang 24 jam terakhir, Jumat, 4 Oktober 2024.
Berita Viral Bali yang pertama menyorot vonis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menjatuhkan hukuman penjara kepada eks Bendesa Adat Desa Berawa, Ketut Riana.
Selain itu, berita Viral Bali lainnya menyorot dakwaan jaksa terkait kasus dua bule kembar asal Ukraina yang terbongkar bikin pabrik narkoba dan nekad jadi petani ganja hidroponik di Bali.
Baca juga: Viral Bali: Duel 2 Pria di Buleleng Perut Terburai Luka Parah, Dugaan Prostitusi SPA di Seminyak
Berikut ulasan selengkapnya.
Majelis hakim memvonis Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana dengan hukuman penjara empat tahun dan denda Rp 200 juta.
Ia dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pemerasan atas pengurusan izin investor.
Keputusan itu dibacakan Majelis Hakim yang diketuai Gede Putra Astawa dalam sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis (3/10).
Perbuatan Riana memenuhi unsur melawan hukum atau penyalahgunaan kekuasaan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
"Menjatuhi pidana terhadap terdakwa I Ketut Riana dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 200 juta, subsider empat bulan kurungan apabila denda tidak dibayarkan," ucap Majelis Hakim.
Penilaian hakim berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan. Terdapat bukti percakapan WhatsApp atau keterangan saksi bahwa Riana telah meminta uang kepada Andianto Nahak T Moruk sebesar Rp 10 miliar.
Andianto adalah orang ditugaskan mengurus izin oleh PT Berawa Bali Utama untuk melancarkan pembangunan.
Namun permintaan yang dilakukan Ketut Riana tersebut tidak disampaikan ke perangkat desa lainnya atau masyarakat.
Baca juga: Kronologi Kasus Penebasan Viral di Buleleng, Berawal dari Pemukulan Hingga Berakhir Penusukan Pedang
Selain itu ada unsur memaksa seseorang memberikan sesuatu. Riana melakukan permintaan itu juga secara berulang-ulang sehingga memenuhi unsur perbuatan yang berlanjut.
Meski penasihat hukum terdakwa menyebut perkara ini adalah suap, namun majelis hakim tidak sependapat.
"Ada permintaan dengan unsur memaksa yang dilakukan terdakwa berdasarkan bukti percakapan atau chat WhatsApp," ujarnya.