TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR — DRPD Bali membahas Raperda Provinsi Bali tentang Bale Kertha Adhyaksa Desa Adat di Bali di Ruang Rapat Gabungan, Lantai III Kantor DPRD Provinsi Bali pada, Kamis 7 Agustus 2025.
Seberapa pentingnya Bale Kertha Adhyaksa Desa Adat di Bali ? Wakil Ketua II DPRD Bali, IGK Kresna Budi ketika ditemui pada rapat tersebut mengatakan, selama ini terdapat permasalahan-permasalahan kecil yang menyangkut tata etika dan perilaku di desa.
Baca juga: Komitmen Pelaksanaan Bale Kertha Adhyaksa, Sumedana: Bali Paling Siap di Indonesia
“Ini yang akan diatur supaya tidak berkembang dengan masuknya Adhyaksa di desa."
"Misalkan hal-hal kecil, ada kejadian-kejadian ringan atau permasalahan yang ada di desa tidak bisa merembet ke hal yang lebih ke atas."
"Ini kan bisa diselesaikan di desa, antara ketidaksinkronan antar warga kan bisa diselesaikan di desa,” jelasnya.
Baca juga: TEMPAT Penyelesaian Sengketa Desa, Kajati & Gubernur Bali Resmikan Bale Kertha Adhyaksa di Jembrana
Sehingga, lebih lanjut ia mengatakan penanganan masalah kecil tersebut tak harus ditangani kekejaksaan atau pun kepolisian.
DPRD Bali bahkan mengatakan rasa terima kasihnya pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali karena telah menginisiasi Perda ini.
Diakuinya, selama ini sering terjadi hal-hal kecil di desa hingga masalah tersebut muncul ke atas.
Baca juga: Bale Paruman Adhyaksa Se-Badung Diresmikan, Permasalahan Bisa Diselesaikan dengan Musyawarah
“Penting kiranya dengan adanya perda ini, setiap permasalahan itu sudah selesai di desa. Ini yang kami dapatkan dari masukan pertemuan hari ini,” imbuhnya.
Selain itu, contoh kasus kasepekang yang belakangan ini kerap terjadi di Desa juga dapat diatur di desa saja.
Intinya, termasuk artinya hal-hal yang menyangkut hak asasi serta hal-hal yang terlalu memberatkan tidak sesuai dengan aturan di atas.
Baca juga: Selesaikan Konflik Melalui Bale Kertha Adhyaksa, Kini Hadir di Kabupaten Karangasem
Sementara untuk kasus sengketa tanah adat jika memang dapat diselesaikan di tingkat desa, maka cukup sampai di desa saja.
Karena justru yang lebih banyak mengetahui hal-hal di desa adalah Kertha Desa yang merupakan lembaga peradilan desa adat di Bali, warga pada desa tersebut dan bukan warga yang ada di luar desa.
“Nah ini harapan kita supaya tidak menumpuk berkas-berkas yang ada di kejaksaan terlalu banyak yang seharusnya bisa diselesaikan dengan musyawarah-mufakat di desa,” sambungnya.
Dengan Perda ini, ia mengaku sinkronisasi dengan hukum formal tidak ditemukan kendala sebab masalah hukum adat sudah diakui dalam KUHP.