Bahkan Perda ini juga tak akan mempengaruhi keberadaan Majelis Desa Adat (MDA).
“Nanti akan benar jalurnya. MDA kalau sepengetahuan kami, sepemahaman kami adalah sebagai Dewan Pertimbangan bukan memutuskan menurut pengetahuan pandangan kami ya jadi dari pelantikan itu di desa, mungkin kalau ada permasalahan sebagai Dewan Pertimbangan bukan untuk memutuskan sesuatu,” tandasnya.
Menurut Kresna Budi, Kajati Bali Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali, Ketut Sumedana, acapkali melihat suatu permasalahan viral yang permasalahannya seharusnya tidak sampai besar.
Karena bagaimanapun juga di desa sudah terdapat orang-orang Kerta Desa untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada.
Terkesan ngebut, Kresna mengatakan perancangan Perda Provinsi Bali tentang Bale Kertha Adhyaksa Desa Adat di Bali ini merupakan kerja cepat karena adanya support atau dukungan untuk anggota dewan.
“Kalau bisa seminggu, kenapa tidak? Karena sudah klop (lengkap) nih. Tidak ada yang perlu diubah, ada sedikit yang diubah kan selesai. Kecuali dalam rancangan itu banyak permasalahan bisa berbulan-bulan. Kalau bisa dipercepatan cepat, kenapa tidak?” tegasnya.
Lantas apakah dengan Perda ini, Bendesa bakal menjadi hakim desa?
Kresna Budi menegaskan bukan hanya bendesa, wewenang tersebut juga diambil oleh Kertha Desa.
Sehingga semua hal di desa yang menyangkut penglingsir, seperti pedanda masuk sebagai Dewan Pertimbangan serta mediator di desa.
“Kalau menurut pandangan kami terlihat, kan terlihatnya terkesan tergesa-gesa. Tapi kalau melihat daripada perjalanan Pak Kepala Kejaksaan seluruh Bali, sebenarnya sudah berjalan. Kalau semuanya dalam Ranperda itu ditata dari awal, kami juga kan lebih ringan kerjanya,” tutupnya. (*)
Berit lainnya di DPRD Bali