Berita Jembrana

Non ASN Terdampak Kebijakan Pusat, DPRD Jembrana Bahas Nasib Pegawai Non-ASN

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RAPAT - Suasana saat DPRD Jembrana menggelar rapat kerja bersama Pemkab Jembrana guna membahas polemik pegawai Non-ASN di lingkungan Pemkab Jembrana yang terjadi saat ini, Senin 10 Pebruari 2025.

Non ASN Terdampak Kebijakan Pusat, DPRD Jembrana Bahas Nasib Pegawai Non-ASN

TRIBUN-BALI.COM, JEMBRANA - DPRD Jembrana menggelar rapat kerja bersama Pemkab Jembrana guna membahas polemik pegawai Non-ASN di lingkungan Pemkab Jembrana yang terjadi saat ini, Senin 10 Februari 2025. 

Sebab, sejak implementasi UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN, para wakil rakyat ini banyak menerima keluhan terkait kebijakan tersebut.

Sehingga legislatif menanyakan kejelasannya kepada ekskutif.

Baca juga: TAK Kunjung Cair, Dosen ASN di Bali Menanti Tunjangan Kinerja Belum Cair Sejak Era Jokowi, Kok Bisa?

Di sisi lain, DPRD juga meminta eksekutif untuk segera menerbitkan SK agar segala hak pegawai non ASN yang belum diterima sejak awal tahun bisa segera terbayarkan.

Kemudian pengangkatan Non-ASN harus memperhitungkan kemampuan anggaran yang tersedia, karena diketahui kondisi keuangan daerah yang disebutkan cukup mengkhawatirkan.

Baca juga: Dari Sulinggih Hingga Non ASN, Pemkot Bayarkan Premi BPJS Ketenagakerjaan untuk 10.717 Tenaga Kerja 

Menurut informasi yang diperoleh, rapat kerja yang berlangsung di Ruang Rapat DPRD Jembrana ini dipimpin oleh Ketua DPRD Jembrana, Ni Made Sri Sutharmi dihadiri sejumlah OPD Pemkab Jembrana seperti Sekda Jembrana, Bappeda, hingga BKPSDM.

Pembahasan ini dilakukan atas tindak lanjut dari hasil Rapat Badan Musyawarah DPRD Jembrana yang telah dilaksanakan pada Senin 3 Februari 2025 lalu. Salah satunya adalah agenda pembahasan terkait tenaga kerja Non-ASN yang menjadi perhatian utama akibat implementasi UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.

Baca juga: Pelantikan 20 Februari, Sekda Karangasem Intruksikan ASN Dukung Program Bupati & Wabup Terpilih

"Kami ingin memastikan bahwa seluruh keputusan yang diambil tetap berpihak pada kepentingan masyarakat, khususnya para pegawai Non-ASN yang telah mengabdi selama bertahun-tahun."

"Oleh karena itu, kami berharap ada solusi terbaik bagi mereka, terutama yang belum lolos seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK),” ujar Ketua DPRD Sri Sutharmi, Senin 10 Pebruari 2025.

Namun begitu, politikus asal Desa Yehembang ini memahami adanya kebijakan pusat berdampak pada tenaga non ASN di daerah.

Mereka yang masa kerjanya kurang dari dua tahun diberhentikan atau kontraknya tidak lagi diperpanjang.

Hingga akhirnya menerima banyak keluhan dari para pegawai Non-ASN yang terdampak, termasuk dari keluarganya.

"Kami menerima laporan dari orang tua pegawai yang diputus kontraknya. Sehingga kami meminta penjelasan lebih lanjut agar kami dapat menyampaikan informasi yang jelas kepada mereka," ungkapnya. 

"Selain itu, kami ingin mengetahui bagaimana nasib pegawai Non-ASN yang telah bekerja sebelum UU No. 20 Tahun 2023 diundangkan. Apakah mereka akan dialihkan menjadi PPPK Paruh Waktu atau ada opsi lain?" Imbuhnya. 

Srikandi PDIP Jembrana ini juga menyoroti kondisi keuangan daerah yang saat ini cukup mengkhawatirkan.

Sehingga keputusan terkait tenaga kerja Non-ASN harus memperhitungkan kemampuan anggaran yang tersedia.

Atas kondisi tersebut, kata dia, pihak eksekutif diharapkan segera menerbitkan Surat Perjanjian Kerja (SPK) bagi pegawai Non-ASN agar hak-hak mereka, termasuk nafkah, dapat segera dibayarkan.

Kemudian mengkomunikasikan dan menyiapkan regulasi serta anggaran untuk pengadaan tenaga outsourcing guna memenuhi kebutuhan tenaga pramusaji, sopir, dan penjaga malam di lingkungan pemerintahan.

Selanjutnya mengupayakan konsultasi kembali ke kementerian terkait nasib tenaga kontrak yang sebelumnya masuk dalam database, tetapi akunnya terblokir saat mengikuti seleksi CPNS. Pansel diharapkan segera melaporkan data mereka ke kementerian agar mendapatkan kesempatan mengikuti tes PPPK kembali.

Rapat kerja ini diharapkan dapat menemukan solusi terbaik bagi pegawai Non-ASN di Kabupaten Jembrana. Sekaligus memastikan kebijakan yang diambil tetap sejalan dengan regulasi nasional dan kondisi keuangan daerah.

"Kami berharap pemerintah daerah dapat mengambil langkah-langkah strategis agar kesejahteraan pegawai Non-ASN tetap terjamin dan proses transisi ini tidak menimbulkan keresahan di masyarakat," tandasnya.

Sebelumnya, ratusan pegawai non ASN di lingkungan Pemkab Jembrana yang masa kerjanya belum dua tahun atau tak masuk dalam pangkalan database BKN tak diperpanjang kontraknya alias dirumahkan sejak awal 2025 ini. Hal ini sebagai tindaklanjut Surat Edaran (SE) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Nomor 900.1.1/227/SJ tentang Penganggaran Gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu. SE Kemendagri yang diterbitkan pada 16 Januari 2025 mempertegas Pasal 66 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, yang mewajibkan penyelesaian penataan pegawai non-ASN paling lambat Desember 2024.

Selain itu, SE terbaru tersebut juga tertuang larangan kepada instansi pemerintah, termasuk pemerintah daerah, untuk mengangkat pegawai non-ASN selain ASN.

Dalam rangka penataan ini, pemerintah daerah diminta menyelesaikan pengangkatan pegawai non-ASN yang terdaftar dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN) menjadi PPPK atau PPPK Paruh Waktu.

"Kebijakan ini sudah kita sampaikan ke teman-teman (non ASN) semua. Ini tidak hanya di Jembrana, banyak daerah lain di Indonesia yang mengalami hal serupa (tak perpanjang kontrak)," jelas Sekda Jembrana, I Made Budiasa saat dikonfirmasi, Jumat 24 Januari 2025 lalu.

Dia melanjutkan, dengan kebijakan tersebut, tidak ada kontrak kerja baru bagi pegawai non-ASN dengan masa kerja di bawah dua tahun mulai tahun ini.

Kebijakan ini sesuai dengan aturan pusat karena mereka tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu.

Menurutnya, jumlah tenaga non-ASN yang tidak diperpanjang kontrak mencapai sekitar 400 orang lebih.

Mereka bekerja di berbagai instansi yang didominasi oleh tenaga kesehatan, dan juga guru. Juga ada yang bekerja di bidang teknis.

"Jadi nanti tidak ada lagi Surat Perjanjian Kerja (SPK) dari kepala OPD, yang ada hanya SK Bupati saja. Kita sudah konsultasikan ke pusat," tegasnya. 

Disinggung mengenai penganggaran gaji bagi mereka (Non ASN) yang sedang menjalani proses menjadi PPPK tahap I dan tahap II, Sekda Budiasa mengakui sudah menganggarkannya.

Hanya saja, karena ada aturan tersebut pihaknya masih meminta kejelasan lebih lanjut. Namun begitu, kepastian secara lisan terkait pengangkatan mereka yang tidak lulus pada seleksi PPPK tahap I dan II menjadi PPPK paruh waktu sudah ada.

"Sudah kita anggarkan (gaji) bahkan untuk mereka yang belum dua tahun. Namun kita tidak berani merealisasikannya karena terbentur aturan yang berlaku," ungkapnya.

"Ia berharap dalam waktu dekat bakal ada kejelasan terkait aturan tersebut," harapnya. (*)

 

Berita lainnya di Non ASN

 

Berita Terkini