Budaya Bali

Tak Boleh Disatukan di Sembarang Tempat, Tradisi Mekotek Desa Munggu Kembali Digelar Saat Kuningan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRADISI MEKOTEK - Pelaksanaan tradisi mekotek di Desa Munggu, Mengwi Badung pada Sabtu (3/5).

TRIBUN-BALI.COM  - Tradisi Mekotek kembali dilaksanakan di Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Sabtu (3/5) kemarin.

Tradisi yang digelar setiap Hari Raya Kuningan ini pun telah ada sejak abad ke-18 dan terus dilestarikan hingga saat ini. 

Menariknya meski sudah rutin dilaksanakan, masyarakat harus tahu jika tradisi mekotek yang menggunakan kayu pulet itu tidak bisa dilaksanakan di suatu tempat.

Dalam prosesnya tradisi yang mengelilingi desa itu tidak semena-mena katu pulet bisa disatukan di sejumlah titik perjalanan.

Baca juga: Arya Wibawa Antisipasi PHK Massal, Ajak Perusahaan dan Pekerja Beradaptasi dengan Kemajuan Teknologi

Baca juga: POLISI Kantongi Identitas Terduga Pelaku Pembunuh RYP Diduga Kabur ke Luar Bali, Kini Sedang Dikejar

Namun harus dilaksanakan pada pertigaan, perempatan jalan, di bawah pohon besar dan yang lainnya. Hal itu pun dipercaya untuk melebur keburukan yang ada.

Tradisi yang digelar di Desa Adat Munggu, Mengwi Badung itu pun kembali digelar pada hari raya Kuningan Sabtu kemarin.

Bendesa Adat Munggu, I Made Suwinda mengatakan saat dikonfirmasi mengakui jika tradisi ini memang terus dilaksanakan sejak abad ke-18. Dalam pelaksanaannya diawali dengan persembahyangan di Pura Puseh Desa Adat Munggu. Kemudian khusus krama desa laki-laki akan membawa kayu pulet untuk pelaksanaan tradisi mekotek. 

“Pelaksananan tradisi ini dimulai sejak pukul 14.00 dengan berkeliling desa dengan membawa kayu pulet,” ujar Suwinda.

Dalam perjalananannya, nantinya kayu pulet tersebut akan disatukan membentuk kerucut. Namun Suwinda menyebutkan, penyatuan kayu pulet tidak boleh dilakukan sembarang tempat. 

“Tidak di sembarang titik dilaksanakan. Namun ada beberapa tempat seperti di pertigaan jalan di bawah pohon beringin, catus pata, marga tiga, dan Pura Puseh Desa Adat Munggu,” ungkapnya.

Suwinda mengaku, tradisi ini adalah sebagai perayaan kemenangan perang dari pasukan Taruna Munggu. Saat itu Taruna Munggu mempertahankan wilayah kekuasaan Kerajaan Mengwi di Blambangan Jawa Timur. Setalah memenangkan peperangan tersebut, Tradisi Mekotek mulai digelar.

"Dulunya Tradisi Mekotek ini menggunakan tombak sebagai sarananya. Tapi zaman penjajahan Belanda sempat dilarang, sehingga setelah dinegosiasi akhirnya menggunakan kayu pulet yang dihiasi daun pandan dan tamiang," terangnya.

Pelaksanaan tradisi ini pun terus digelar setiap Hari Raya Kuningan. Hal ini lantaran, seluruh pasukan yang dipimpin Raja Mengwi sebelum berangkat ke medan perang bersemedi di Pura Dalem Kahyangan Wisesa, Desa Adat Munggu yang bertepatan dengan Hari Raya Kuningan. Tradisi ini dipercaya dapat menolak bala, sehingga terus dilaksanakan. 

“Makna dari tradisi ini adalah sebagai penolak bala, atau menolak wabah penyakit. Termasuk menghindari dari hal-hal yang nrgatif," imbuhnya. (gus)

 

Berita Terkini