TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Upaya serius mengatasi sampah di Provinsi Bali dilakukan melalui Gerakan Bali Bebas Sampah yang diinisiasi oleh Gubernur Bali, Wayan Koster.
Di mana gerakan ini bertujuan untuk mewujudkan Bali yang bersih dan hijau, dengan fokus pada pengelolaan sampah berbasis sumber dan pengurangan sampah plastik sekali pakai.
Sebelum gerakan ini diluncurkan regulasi atau dasar hukum terlebih dahulu dibuat, di antaranya Undang – undang Nomor 15 Tahun 2023 Tentang Provinsi Bali dan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru 2025 – 2125.
Berdasarkan data saat ini, volume sampah di Bali secara keseluruhan mencapai 3.436 ton per hari, penyumbang terbanyak adalah Kota Denpasar mencapai 1.005 ton per hari.
Baca juga: VIDEO Viral Sampah di Gunung Agung, Awkarin Minta Pendaki Bertanggung Jawab
Kemudian disusul Kabupaten Gianyar 562 ton per hari lalu ketiga Kabupaten Badung sebanyak 547 ton per hari.
“Sebaran jumlah sampah di Bali yang paling banyak adalah Denpasar, Gianyar dan Badung itu yang mendominasi selain di Buleleng. Buleleng karena memang luas wilayahnya besar tapi permasalahan sampahnya tidak serumit seperti yang ada di Denpasar dan Badung,” ujar Kepala UPTD Pengelolaan Sampah DKLH Provinsi Bali Ni Made Armadi, dalam kegiatan Workshop Jurnalistik Gerakan Bali Bebas Sampah pada Sabtu 26 Juli 2025 di Denpasar.
Faktor lain penyebab timbulan sampah di Denpasar, Badung dan Gianyar adalah wisatawan yang berlibur di ketiga wilayah itu.
Jika dilihat secara data selama tahun 2024, Bali menerima total 16,4 juta wisatawan, terdiri dari 6,33 juta wisatawan mancanegara dan 10,12 juta wisatawan domestik.
Angka tersebut 4 kali lipat dari jumlah penduduk Bali yang hanya 4,46 juta jiwa dan penanganan sampah menjadi concern dari kepemimpinan Gubernur Bali Wayan Koster dan Wakil Gubernur Bali Giri Prasta.
Dari 3.436 ton sampah per hari di Bali, paling banyak merupakan jenis sampah organik lebih dari 60 persen, dan 17 persen lebih sampah plastik.
“Jika kita lihat jenis sampah yang paling banyak, yaitu sampah organik. Bagaimana kita menyelesaikan sampah organik, maka dari itu Bapak Gubernur mengeluarkan kebijakan pengelolaan berbasis sumber. Sumber sampahnya dari mana, lebih dari 60 persen berasal dari kegiatan rumah tangga, lebih dari 11 persen dari perniagaan dan lebih dari 7 persen berasal dari pasar,” jelas Made Armadi.
Hal tersebut mengakibatkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada di sejumlah titik seperti Suwung, Temesi, Sente, Mandung dan lainnya mengalami overload atau melebihi kapasitas.
Dampaknya terjadi kebakaran di sejumlah TPA beberapa waktu lalu dan penanganannya pun tidak sebentar karena jenis sampah yang ada di sana mudah terbakar.
Menurutnya hal ini dapat diartikan pengelolaan sampah di hulu atau pada rumah tangga kurang lalu larinya ke hilir atau ke TPA maka dari itu dibentuk tim percepatan pengelolaan sampah berbasis sumber.
Bahkan Gubernur Bali menunjuk Ibu Gubernur Bali menjadi Duta Sampah untuk percepatan di dalam pengelolaan sampah, di mana setiap hari Selasa dan Jumat DKLH Provinsi Bali bersama tim percepatan, PKK dan lainnya melakukan sosialisasi ke desa-desa untuk mulai pemilihan sampah hingga pengelolaannya.