TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR — Sejak terjadinya insiden blackout di Bali beberapa waktu lalu, Bali diharapkan dapat menerapkan mandiri energi.
Pemerintah Provinsi Bali pun telah mencanangkan untuk Bali rendah emisi target 2045.
Hal ini dinilai, sebab Bali sangat memungkinkan untuk menggunakan energi rendah karbo atau energi terbarukan.
Namun, ada rasa pesimistis dari Ketua Asosiasi Surya Panel Abadi (APSA) Gusti Ayu Kade Widhiastari karena sebagai pengusaha panel surya kebijakan pemerintah kurang mendukung.
Baca juga: PLN Tak Pernah Pungut Biaya dalam Rekrutmen, Masyarakat Diimbau Berhati-Hati
Salah satunya Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 tahun 2024 pengajuan izin PLTS atap on grid hanya dapat dilakukan Januari dan Juli setiap tahunnya.
“Kuota juga menghambat percepatan PLTS karena jika permohonan bulan Juli tidak mendapatkan kuota maka harus menunggu periode pendaftaran berikutnya di Januari tahun berikutnya," ucap Widhiastari pada Jumat 1 Agustus 2025.
Selain itu pengusaha juga pikir-pikir karena jaminan investasi tidak ada. Maka harapnya ada sinergi pemerintah, BUMN yaitu PLN, dan swasta.
Jika pemerintah serius dengan energi baru terbarukan (EBT) juga harus sejalan dengan penerapan dan kebijakannya.
“Potensi penghematan dan skema bisnis tanpa biaya investasi diharapkan menarik pelanggan skala menengah ke atas," jelasnya.
Sementara itu, pembicara kedua dari 350.org Indonesia Suriadi Darmoko juga mengkritisi target Bali emisi nol bersih karena akan memanfaatkan gas sebagai sumber ketenagalistrikan.
Padahal gas adalah sumber energi yang kotor karena dari segala keteknisian menghasilkan emisi.
"Tidak ada satu dokumen menjelaskan gas energi bersih. Gas itu kotor, fosil dan dia kotor sejak pengeboran. Pengeboran mandatorinya,'terangnya
Moko begitu sapaan akrabnya, menyarankan untuk memulai menjalankan transisi energi dengan rendah emisi bisa dimulai dari komunitas terkecil seperti banjar atau desa adat.
Desa adat bisa memasang panel surya di atap rumah, banyak maupun perkantoran desa.
"Dimulai dari atap rumah, banjar, desa adat dan pemerintah daerah. Pemerintah daerah punya peran kalau mau, sektor ketenagalistrikan ini. Cukup sudah energi fosil, gas, batubara, minyak dan transportasi,” terang Moko.