TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Upacara Pitra Yadnya atau ngaben di Banjar Teges Kawan dan Teges Yangloni, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar, Bali, berbeda dengan Pitra Yadnya pada umumnya.
Di mana biasanya sarana petulangan yang dibuat setiap sawa (jenazah) dibuat sesuai aturan soroh, sehingga biasanya petulangan yang ada dalam upacara pengabenan beragam.
Mulai dari lembu, singa, hajah mina dan lainnya.
Baca juga: Jenazah Kadek Oka Korban Kapal Tenggelam di Selat Bali Tiba di Klungkung, Acara Ngaben Hari Ini
Namun dalam Pitra Yadnya di Banjar Teges Kawan dan Banjar Teges Yangloni dalam atiwa-tiwa kinembulan itu, mereka hanya membuat satu petualangan, yang di dalamnya memasukkan semua unsur petulangan, lembu, gajah mina, singa dan sebagainya.
Krama setempat menamai petulangan ini "Sidi Kara Jati" sebagai makna bersatunya krama di dua banjar adat meski berbeda garis keturunan atau soroh.
Baca juga: Viral di Bali Sepekan: Gede NA Ceburkan Diri ke Laut hingga Bakar Mobil dan Berlian Saat Ngaben
Petulangan tersebut digarap secara bergotong-royong.
Hal ini sangat menarik.
Sebab biasanya, dalam Pitra Yadnya, setiap warga di Bali, sebagian besar selalu menonjolkan petulangan soroh-nya.
Baca juga: Buleleng Usulkan 3 Tradisi Khas sebagai WBTB, Salah Satunya Tradisi Pengiring Ngaben di Buleleng
Bahkan tak jarang sampai menimbulkan selisih paham.
Pantauan Tribun Bali, Kamis 7 Agustus 2025, petulangan Sidi Kara Jati ini kini telah dipajang di depan bale banjar setempat, di mana Banjar Teges Kawan dan Yangloni selama ini satu balebanjar.
Petulangan yang penuh karya seni itu pun memiliki ukuran yang cukup besar.
Sepintas petulangan ini seperti gajah, karena ada belalai.
Baca juga: SELAMAT Jalan Putu Esa, Ngaben Digelar Saat Valentine, Anak Tunggal Aktif & Berprestasi di Sekolah
Namun jika dilihat secara seksama, justru menyerupai naga, bisa juga singa.
Petulangan tersebut juga berisi tanduk lembu.
Di bagian tubuhnya bersisik menyerupai sisik naga lalu terdapat ekor serta sayap yang biasanya ditemui di petualangan singa.
"Petulangan ini adalah perwujudan dari kebersamaan krama kami di dua banjar yakni Banjar Teges Kawan dan Teges Yangloni dalam melaksanakan Pitra Yadnya."
"Kami sebut Sidi Kara Jati sebagai ungkapan krama kami yang mesikian atau bersatu secara tulus dalam melaksanakan pitra yadnya ini," ungkap Kelian Tegas Kawan, I Wayan Mudalara didamlingi Kelian Teges Yangloni, I Made Sandiyasa Astawa
Mereka menyebut, kebersamaan bukan hanya dalam bentuk membuat satu petulangan yang memuat semua soroh.
Namun mereka juga selaras dalam sarana lainnya, seperti petak dan sara upakara yang digunakan dalam Pitra Yadnya.
Dijelaskan, dalam upacara atiwa-tiwa tahun ini, diikuti sebanyak 18 sawa.
Pembiayaan dikeluarkan masing-masing sawa.
Biaya tersebut ditekan seefisien mungkin.
Prosesi persiapan ini telah berlangsung sejak 26 Juli 2025 dan acara puncaknya berlangsung pada 13 Agustus.
Bendesa Adat Peliatan, Cokorda Putra Wisnu Wardana mengapresiasi kreativitas Krama, yang telah membuka ruang baru untuk kebersamaan.
Di mana keberadaan tidak hanya saat masih hidup, tetapi juga saat menuju alam baka.
Menurut Cokorda Putra, hal yang dilakukan Krama Teges Kawan dan Yangloni ini, relevan dijadikan percontohan banjar adat lainnya.
"Intinya dalam yadnya ini adalah rasa dan ketulusan krama."
"Kami harap ke depannya teknis pelaksanaan atiwa-tiwa seperti ini menjadi contoh di tempat lain, di samping untuk mengefisienkan anggaran juga untuk keharmonisan antar krama," ujarnya. (*)
Berita lainnya di Ngaben di Bali