TRIBUN-BALI.COM - Kalangan sastrawan dan jurnalis di Bali, mendukung terobosan Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali yang memberi keleluasaan mahasiswanya memilih jenis tugas akhir.
Jika sebelumnya hanya skripsi, kini UPMI Bali membuka beragam jenis tugas akhir, salah satunya karya sastra maupun jurnalistik.
Hal ini dinilai sebagai langkah berani dan maju, yang tidak saja membawa kesegaran dalam penilaian akhir studi di perguruan tinggi tapi juga berpotensi melahirkan penulis baru.
Hal itu terungkap dalam acara Temu Alumni dan Bedah Buku Tugas Akhir Mahasiswa yang digelar Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali di Auditorium Redha Gunawan, Kampus UPMI Bali, Denpasar, Selasa, 19 Agustus 2025.
Bedah buku menampilkan dua pembicara, yakni Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali sekaligus Redaktur Pelaksana Bali Post, I Nyoman Winata serta dosen Undiksha yang juga pengarang, I Wayan Artika.
Baca juga: KONTRAK 2 Musim, Jordy Bruijn Resmi Gabung Serdadu Tridatu, Pemain Asing ke-8 di Skuad Johnny Jansen
Baca juga: TRUK Terguling Timpa 2 Mobil, Cuaca Buruk di Selat Bali Sebabkan Truk Terguling di Kapal
Winata membedah buku kumpulan berita kisah Sukawati, Ya Seni karya I Wayan Dede Putra Wiguna sedangkan Artika membedah buku kumpulan cerpen Bapak Berdiri di Ambang Pintu karya Kadek Windari. Bedah buku dipandu dosen UPMI Bali yang juga wartawan, I Made Adnyana.
Winata menyebut karya jurnalistik sebagai tugas akhir, sudah dilakukan perguruan tinggi di Semarang pada 2014 lalu. Saat itu, dirinya sebagai Direktur Semarang TV diminta sebagai pembimbing dan penguji tugas akhir mahasiswa berupa produk siaran liputan jurnalistik. “UPMI Bali sudah berani melakukan terobosan sehingga ini layak diapresiasi,” kata Winata.
Winata juga menyatakan salut, kepada mahasiswa UPMI Bali yang mau mengambil tugas akhir proyek inovatif jurnalistik sastrawi dengan membuat buku kumpulan berita kisah (feature). Dalam waktu enam bulan, mahasiswa yang bukan wartawan profesional, bisa merampungkan 14 berita kisah dengan topik tertentu.
“Wartawan yang bisa menulis feature berarti selevel di atas wartawan biasa. Jadi, ini luar biasa, mahasiswa bisa menghasilkan buku kumpulan feature. Mereka yang sudah menjadi wartawan selama belasan atau puluhan tahun pun belum tentu bisa menulis feature dengan baik,” kata Winata.
Namun, Winata memberikan catatan, menulis feature itu gampang-gampang susah. Sepintas terlihat gampang karena gaya penulisannya lebih bebas. “Harus tetap hati-hati agar tidak terjebak ke dalam opini yang dominan atau malah terlalu lebay karena banyak menggunakan kata-kata atau frasa berbau sastra,” kata Winata.
Artika juga mengapresiasi langkah UPMI Bali, yang memberi ruang alternatif tugas akhir bagi mahasiswanya. Artika menilai kebijakan mengizinkan karya sastra atau jurnalistik sebagai tugas akhir pengganti skripsi dapat dimaknai sebagai upaya untuk menyejajarkan teks sastra atau karya imajinatif setara dengan karya tulis ilmiah.
Selama ini, ada semacam kastanisasi bahwa karya tulis ilmiah lebih tinggi nilainya daripada karya imajinatif. Padahal kemajuan umat manusia salah satunya ditentukan oleh daya imajinasi.
Guru yang Menulis
Sastrawan sekaligus wartawan senior Gde Aryantha Soethama, yang menjadi pembimbing dan penguji mengaku bersedia membimbing dan menguji karena menilai program tugas akhir nonskripsi ini menarik dan konkret.
Aryantha yang terlibat dalam proses pembimbingan kedua mahasiswa yang mengambil tugas akhir nonskripsi itu mengakui karya keduanya memang masih banyak menyisakan bolong-bolong.