Selain itu, salah satu penyebab over tourism karena mudahnya datang dan berusaha di Bali.
“Belum lagi dengan cara-cara nominee atau atas nama orang lokal,” sentil Rai Mantra.
Bali mengusung brand Culture Tourism yang sejatinya menguntungkan dalam pemberdayaan masyarakat, lingkungan serta pelestarian budaya, bukan justru mendistorsi modal budaya serta melemahkan daya saing penduduk lokal akibat kapitalisme yang tidak dapat diatur atau dikendalikan.
“Saya pernah menyampaikan masalah golden visa ini, tapi masih menjadi pembahasan lebih mendalam korelasinya terhadap fenomena persaingan UMKM dan lainnya,” sambungnya.
Rai Mantra menegaskan di Bali perlu adanya kekhususan dalam mengatur atau mengelola kebudayaan.
Budaya sebagai modal, seharusnya investasi dan keimigrasian memperhatikan kebudayaan sebagai potensi di Bali terpelihara dan terjaga.
“Modal budaya ini menyangkut investasi, keimigrasian dan lainnya agar potensi Bali yang berakar dari modal budaya tersebut dapat terpelihara dan terjaga dengan baik."
"Pada prinsipnya pariwisata budaya adalah pariwisata yang bukan hanya pewarisan tangible atau aset."
"Namun, warisan tak benda atau intangible juga termasuk. Yang terpenting makna hidup yang ada dalam nilai dan norma sehingga perlu pengelolaan secara khusus."
"Bukan hanya Bali, daerah lain juga yang memiliki potensi budaya sebagai aset akan sama,” bebernya.
Disarankan adanya kekhususan dalam mengatur dan mengelola pariwisata.
Aturan investasi PMA, bagi Rai Mantra di provinsi lain masih dibutuhkan, tetapi di Bali tidak relevan.
Rai Mantra memberikan masukan adanya task force atau gugus tugas untuk segera mengendalikan ini.
“Karena sudah ditunggu-tunggu oleh masyarakat Bali kalau tidak no more Bali,” tegasnya.
Salah satunya harus dievaluasi adalah sistem perizinan online single submission (OSS).