Berita Badung

52 Banjar Adu Kreativitas Penjor di Kerobokan Festival

I Gede Mahardika saat dikonfirmasi Senin (24/11) mengatakan, sebelumnya kegiatan tersebut diberi nama Ngerobok.

TRIBUN BALI/KOMANG AGUS ARYANTA
MEGAH – Sejumlah warga melihat puluhan penjor megah yang menghiasi Jalan Raya Kerobokan, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Senin (24/11). Sebanyak 52 banjar adu kreativitas penjor dalam rangka Kerobokan Festival 2025. 

TRIBUN-BALI.COM – Krama Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung semangat meningkatkan seni melalui pelaksanaan Kerobokan Festival 2025. Festival seni dan budaya yang dinanti-nanti ini melibatkan 52 banjar yang ada.

Festival ini menjadi wujud transformasi tradisi lomba penjor Ngerobok yang kini dikemas lebih modern dan mengusung identitas kuat sebagai kebanggaan masyarakat setempat. Bahkan kegiatan ini rutin dilaksanakan serangkaian dengan puja wali di Pura Desa lan Puseh.

Ketua Yowana Desa Adat Kerobokan, I Gede Mahardika saat dikonfirmasi Senin (24/11) mengatakan, sebelumnya kegiatan tersebut diberi nama Ngerobok. Diakui perubahan nama bukan sekadar tampilan baru, namun strategi memperkuat branding budaya Kerobokan agar lebih dikenal luas. 

Baca juga: TUAI Pro Kontra Lift Kaca Pantai Kelingking, Harap Bongkar Semua Akomodasi Wisata Ilegal di Nuspen!

Baca juga: Mendagri Tito Tinjau MPP Denpasar, Pastikan Pembebasan BPHTB dan PBG Berjalan Efektif

“Kami ingin setiap tradisi membawa nama Desa Adat Kerobokan ke depan. Tidak hanya dikenal lokal, tapi menjadi bagian dari wajah budaya Bali, sehingga lomba ini tetap dipertahankan,” ujarnya.

Pihaknya mengaku pada lomba penjor ini tetap pada kreativitas pembuatan penjor, hanya saja panitia kini menerapkan sistem penilaian yang diperbarui.

Jika sebelumnya dikenal dengan pengurangan poin yang sering memicu polemik, tahun ini penilaian menggunakan sistem penambahan poin bagi banjar yang mampu menonjolkan potensi lokal. 

“Kami ingin memberikan ruang apresiasi, bukan pembatasan. Sehingga semua bisa berkreativitas,” kata Mahardika.

Potensi lokal yang dimaksud meliputi sinergi antara sekaa teruna, krama istri yang menggarap sarana upakara, serta pemanfaatan bahan-bahan lokal. Panitia juga menggelar dua kali inspeksi mendadak (sidak) untuk memastikan proses pembuatan penjor sesuai pakem dan aturan desa adat.

“Kalau dilihat tahun ini dengan sebelumnya hampir sama. Namun antusiasme masyarakat sangat besar. Banyak penjor tahun ini tampil megah, detailnya luar biasa dan kreativitas peserta meningkat,” katanya.

Pihaknya mengakui dana yang dikucurkan untuk membuat penjor sebagian besar swadaya yang dikeluarkan masing-masing banjar. Bahkan, festival ini digelar tanpa dukungan dana langsung dari panitia. 

“Namun semangat gotong royong tetap menjadi kekuatan utama. Setiap banjar menanggung biaya pembuatan penjor sekitar Rp 15 juta hingga Rp 20 juta, menggunakan dana kas dan hasil swadaya anggota,” bebernya.

Ditambahkan, Festival Kerobokan ini sebenarnya sudah berlangsung pada Sabtu (22/11) kemarin dengan pemasangan dan penilaian penjor pada sore hari.

Acara puncak digelar Minggu (23/11) di Pura Desa lan Puseh, bertepatan dengan karya Padudusan Alit, yang dirangkaikan dengan pertunjukan seni dan atraksi tradisi.

“Selama acara, hingga hari ini (kemarin) beberapa ruas jalan menuju pusat Kerobokan dialihkan sementara. Rekayasa lalu lintas sudah rutin setiap ada upacara besar, masyarakat juga sudah terbiasa,” tandasnya. (gus)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved