Demo di Bali

Kasus Intimidasi Jurnalis di Bali dalam Peliputan Aksi Demo, Kapolda Sampaikan Permohonan Maaf

Ignatius Rhadite berharap agar Polda Bali objektif melihat setiap fakta dalam kasus ini meski terlapor sesama polisi. 

Tribun Bali/Adrian Amurwonegoro
Kapolda Bali Irjen Pol Daniel Adityajaya didampingi PJU memimpin konferensi pers unjuk rasa anarkis di Mapolda Bali, pada Selasa 16 September 2025. 14 Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka Saat Aksi Demo Anarkis di Bali, Komunikasi Lewat Grup Telegram 

"Artinya pelaku ini tidak dibiarkan lepas begitu saja namun mendorong agar diberikan sanksi yang berat," sambungnya. 

Adapun pasal yang dilaporkan adalah Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP dan Pasal 4 ayat (2) dan/atau ayat (3) jo. Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 10 ayat (1) huruf d dan f; Pasal 12 huruf e dan g; dan Pasal 13 huruf m Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.

"Dalam hal ini melaporkan dugaan tindak pidana menghalang-halangi dan melakukan kekerasan terhadap aktivitas jurnalistik, pemaksaan dengan ancaman kekerasan atau kekerasan," jelasnya.

"Serta sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses perangkat milik jurnalis serta pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh tiga orang personel Polri yang belum diketahui identitasnya," jabar Rhadite. 

Menurutnya, kasus ini perlu dilanjutkan ke ranah hukum karena tindakan kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis merupakan bentuk pelanggaran serius baik terhadap demokrasi dan kerja-kerja jurnalistik yang telah dilindungi oleh UU Pers Nomor 40 tahun 1999. 

Ditegaskan dia kasus ini penting diselesaikan secara hukum untuk memutus mata rantai kekerasan yang dilakukan polisi kepada jurnalis. Seluruh jurnalis yang turut menjadi korban aksi intimidasi dan kekerasan polisi juga agar berani menempuh jalur hukum.

"Jadi laporan ini menjadi upaya untuk menciptakan preseden. Kalau kita biarkan ke depan akan sangat mungkin terjadi kekerasan-kekerasan kepada kawan-kawan jurnalis," ujarnya. 

Dalam laporan ini, Rhadite melampirkan sejumlah bukti tindakan intimidasi dan kekerasan polisi, yakni kartu pers Fabiola Dianira, surat tugas peliputan dan dua orang saksi. 

Tim kuasa hukum juga melampirkan petunjuk berupa titik lokasi rekaman CCTV yang dapat menunjukkan peristiwa tindakan intimidasi dan kekerasan polisi. (ian)

Kebebasan Pers Kunci Negara Demokratis

Sementara itu, Kordiv Gender dan Kemitraan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Denpasar Ni Kadek Novi Febriani mengapresiasi keberanian Fabiola Dianira melaporkan tindakan intimidasi dan kekerasan yang diduga dilakukan oleh anggota Polri. 

Menurutnya, Fabiola Dianira adalah bukti jurnalis perempuan pemberani melawan segala bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis

Lanjut Febri, kebebasan pers adalah kunci sebuah negara demokratis yang tidak dapat ditawar. Hal yang dialami Fabiola Dianira menambah daftar panjang kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. 

Padahal, dalam kondisi politik-sosial yang bergejolak justru publik membutuhkan berita yang akurat, independen dan bisa dipercaya. Pihaknya menilai aparat kepolisian seharusnya bisa menjamin kebebasan pers. Pasalnya, kekerasan dan intimidasi tak bisa dibiarkan begitu saja, karena kerja-kerja jurnalistik dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Pada Pasal 8 UU Pers disebutkan dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Maka adanya tindakan kekerasan dialami oleh jurnalis saat meliput aksi 30 Agustus adalah pelanggaran hukum dan demokrasi," tegasnya. 

Febri berharap tidak ada lagi jurnalis yang mengalami kekerasan dan intimidasi. (ian)

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved