Sosok
Sosok Ayah Nadiem Makarim, Anggota DPR di Zaman Orde Baru, Anggota Komite Etik KPK
Kehidupan Nadiem Makarim disorot pasca ditetapkannya Mantan Mendikbudristek ini sebagai tersangka.
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA -- Kehidupan Nadiem Makarim disorot pasca ditetapkannya Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) ini sebagai tersangka.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Nadiem sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek pada 2019-2022, senilai Rp 1,98 triliun.
Kasus ini pun menjadi perhatian banyak pihak, apalagi ayahnya bukan orang sembarangan.
Baca juga: Mendikbudristek Nadiem Makariem Harapkan SJI Dilanjutkan Tahun Depan, Usulkan PWI Buka Mini Kampus
Ayah Nadiem, Nono Anwar Makarim merupakan anggota DPR di zaman Orde Baru, sekaligus praktisi hukum ternama di Indonesia.
Nono juga lulus dan menjadi alumni dari kampus ternama Indonesia dan luar negeri.
Nono dikenal sebagai salah satu pesohor dan praktisi hukum di Indonesia.
Nono Anwar Makarim merupakan salah seorang aktivis angkatan 1966 yang turut berunjuk rasa untuk menggulingkan rezim Orde Lama pimpinan Presiden Soekarno.
Baca juga: Tolak Hadiah Laptop dari Menteri Nadiem, Nono Si Bocah Jenius dari NTT Lebih Pilih Beasiswa dan Bola
Kini, pria berdarah Arab kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, itu dikenal sebagai penulis dan kolumnis di banyak media massa.
Latar belakang pendidikan hukum yang dipelajarinya di Indonesia dan Amerika Serikat, membuat Nono dikenal sebagai salah satu praktisi di bidang tersebut.
Selepas lulus kuliah di AS, ia sempat bekerja Kantor Hukum Adnan Buyung Nasution.
Namun pada 1980, ia mendirikan kantor hukum sendiri bersama rekannya, Frank Taira Supit, dengan nama Makarim & Taira S.
yang kini diakui sebagai salah satu kantor hukum terkemuka dan telah meraih banyak penghargaan, bahkan saat Nono sudah berusia 80 tahun.
Sebelum melanjutkan pendidikan ke Amerika, Nono Makarim menempuh kuliah di Universitas Indonesia.
Pada 1966, ia bergabung dengan Ikatan Mahasiswa Djakarta (IMADA) dan sejak 1958 hingga 1974 menjabat sebagai pemimpin redaksi Harian KAMI, sebuah media mahasiswa yang vokal mengkritisi isu-isu politik.
Namun, akibat peristiwa Malari 1974, surat kabar ini akhirnya dibredel oleh pemerintah.
Dalam dua tahun sejak berdirinya, Makarim & Taira S sudah dipercaya menangani klien-klien besar seperti Bank Panin, Bata, Citibank, American Express, dan ICI. Prestasi tersebut menjadikan firma hukum ini sebagai panutan bagi banyak kantor hukum baru di Indonesia.
Sebelum populer sebagai pengacara selebritas, Hotman Paris sempat menghabiskan waktu 20 tahun bekerja di kantor hukum Makarim & Taira S. Melalui akun Instagram pribadinya, ia sering membagikan momen kenangan saat masih menjadi pengacara muda, termasuk saat berada di Sydney bersama ratusan pengacara asing lainnya.
Selain berkarier di dunia hukum, Nono Makarim juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial.
Sejak 2011, ia dipercaya menjadi anggota Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga yang bertugas meneliti dugaan pelanggaran kode etik internal.
Hingga kini, ia masih diketahui menjalankan peran tersebut.
Alumni perguruan tinggi yang sama dengan Nadiem Makarim
Nono menamatkan pendidikan hukumnya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta pada 1973, yang kemudian dilanjutkan ke Harvard University, Amerika Serikat (1973-1974).
Pada 1975, ia berhasil meraih gelar master hukum (LLM) dari Harvard Law School.
Sama dengan Nadiem Makarim, yang juga merupakan alumni Universitas Indonesia dan Harvard University namun dengan jurusan yang berbeda.
Sebagai pendiri Makarim and Tiara Consellor At Law, Nono sempat menjadi atasan pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.
Dalam sebuah postingannya di Instagram, Hotman membagikan momen-momen saat dirinya bekerja di Makarim & Taira S selama 20 tahun.
Nama Nono Anwar Makarim sempat masuk sebagai anggota Komite Etik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada 2011 silam.
Bersama Buya Syafii Maarid, Nono menjadi bagian dari lembaga anti-rasuah itu menggantikan dua pimpinan KPK sebelumnya, yakni Busyro Muqooddas dan Haryono Umar.
Anggota Dewan
Selain dikenal sebagai salah satu ahli hukum di Indonesia, Nono Makarim pernah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), dari tahun 1967 hingga 1971.
Nono juga pernah menulis beberapa buku, salah satunya adalah Aspek-aspek Hukum Dalam Perdagangan dan Investasi Internasional Menghadapi Globalisasi (1995).
Di luar profesinya sebagai praktisi hukum, Nono aktif di berbagai kegiatan sosial dengan mendirikan beberapa yayasan seperti Yayasan Biodiversitas Indonesia dan Yayasan Bambu Indonesia (1993), juga Yayasan Aksara.
Sempat menjadi peneliti muda di Harvard Centre for International Affairs, Harvard University, Amerika Serikat, selama setahun, Nono mendapatkan gelar master hukum (LLM) dari Harvard Law School.
Dari perguruan tinggi yang sama, Nono Anwar Makarim juga memperoleh titel doktor judicial science lewat disertasinya yang berjudul "Companies and Business in Indonesia”.
Pada era sebelumnya, Nono dikenal sebagai aktivis di Ikatan Mahasiswa Djakarta (IMADA).
Selain itu, Nono Anwar Makarim juga pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi harian KAMI (1966-1973), dan duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) dari kalangan mahasiswa dari tahun 1967 hingga 1971. (*)
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Nadiem Makarim Terjerat Korupsi, Padahal Ayahnya Jabat Komisi Etik KPK dan Penumbang Orde Lama
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.