Berita Nasional
Di Balik Larangan Thrifting: Ada Apa dengan Pasar Tekstil Kita?
Larangan thrifting kembali memicu perdebatan: benarkah pakaian bekas impor menjadi biang kerok matinya UMKM tekstil?
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA — Larangan thrifting kembali memicu perdebatan: benarkah pakaian bekas impor menjadi biang kerok matinya UMKM tekstil? Atau justru ada faktor lain yang lebih dominan?
Pertanyaan ini muncul dalam rapat Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, ketika para pedagang thrifting di Pasar Senen menolak keras tudingan bahwa usaha mereka telah mematikan UMKM.
Rifai Silalahi, salah satu pedagang yang hadir, menyebut narasi “thrifting membunuh UMKM” terlalu disederhanakan dan tidak sesuai kondisi lapangan.
Baca juga: PERAJIN Buat Tas KW, Menteri UMKM Dukung Produk Lokal Imitasi Branded, Strategi Lawan Produk Impor
“Bukan thrifting yang membunuh UMKM, tapi impor China,” tegasnya.
Ia membawa data: 80 persen pakaian murah yang membanjiri pasar berasal dari China, sisanya dari AS, Vietnam, dan India.
Produk UMKM? Hanya sekitar 5 persen yang mampu bersaing di pasar nasional.
Menurut Rifai, segmen pembeli thrift berbeda dari pasar UMKM.
Banyak pembeli thrifting mencari kualitas bahan tertentu, merek tertentu, atau harga murah untuk barang yang dianggap “lebih awet” daripada produk lokal di kelas harga yang sama.
Baca juga: INSENTIF Impor Mobil Listrik Disetop, Produsen Diwajibkan Beralih ke Produksi Lokal
Isu Thrifting Selalu Naik Tiap Tahun
Rifai juga mempertanyakan mengapa thrifting selalu menjadi “kambing hitam” setiap kali UMKM goyang.
“Hampir tiap tahun thrifting dijadikan isu. Kami tidak tahu kenapa, tapi selalu saja jadi bahan yang seksi,” ujarnya.
Ia mengklaim sudah berdiskusi dengan beberapa pelaku industri tekstil dan tidak menemukan penolakan keras terhadap thrifting seperti yang digaungkan pemerintah.
Pemerintah: Thrifting Ganggu Pasar Domestik dan Tidak Terdeteksi Bea Cukai
Di sisi lain, pemerintah tetap tegas menyatakan bahwa pakaian bekas impor adalah ilegal.
Wamendag Dyah Roro Esti menegaskan bahwa barang-barang thrift tidak masuk dalam sistem pengawasan karena tidak tercatat di Bea Cukai maupun Kementerian Perdagangan.