Dosen Fisip Unud: Hasil Penelitian, 65 Persen Menolak Reklamasi
Kadek Dwita Apriani, SSos MIP, dosen Fisip Universitas Udayana (Unud) dan peneliti sosial menyampaikan hasil penelitiannya akan kajian
Penulis: Ni Ketut Sudiani | Editor: Iman Suryanto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kadek Dwita Apriani, SSos MIP, dosen Fisip Universitas Udayana (Unud) dan peneliti sosial menyampaikan hasil penelitiannya akan kajian terhadap rencana Reklamasi Teluk Benoa, di Penggak Men Mersi, Denpasar, Selasa (25/11/2014).
Hasil kajiannya diungkapkan pada diskusi bertajuk 'Telisik persepsi publik terhadap rencana Reklamasi Teluk Benoa'.
Dalam hasil survei opini publik itu, ditemukan sebanyak 64 persen masyarakat Badung, tidak setuju dengan upaya Reklamasi Teluk Benoa. Dalam penelitian yang dilakukan pada 15 sampai 24 September itu, responden yang dilibatkan sebanyak 430 dan tersebar di 35 desa atau kelurahan di Kabupaten Badung.
"Saya terkejut dengan hasil penelitian ini. Apabila sudah lebih dari 50 persen responden yang tinggal di daerah objek itu menolak, seharusnya ditanggapi dengan serius. Itu masalah besar," ujar Dwita.
Ia juga mengatakan mendapat temuan yang menarik. Apabila selama ini disampaikan rencana Reklamasi Teluk Benoa akan menyediakan banyak pekerjaan untuk kaum muda Bali, namun berdasarkan hasil survei, justru usia produktif lebih dari 50 persen yang juga menolak.
"Ada tiga permasalahan utama yang terungkap, yakni infrastruktur, lingkungan, dan lapangan kerja. Nah, mereka yang menilai lapangan kerja sebagai persoalan, justru tidak setuju adanya reklamasi itu. Persentasinya bahkan sampai 76,6 persen," ungkapnya.
Atas temuan itu, Dwita menilai dalih pemerintah yang selama ini melontarkan reklamasi akan menyediakan banyak lapangan pekerjaan, tidak masuk dalam logika publik.
Dwita juga menekankan, tingkat kepercayaan terhadap hasil survei ini mencapai 95 persen. Penarikan sampel dilakukan dengan metode multistage random sampling. Para surveyor juga bebas nilai, tidak diperkenankan mengarahkan jawaban responden.
"Tim peneliti sebelum terjun ke lapanganpun telah dibekali," imbuhnya.
Research ini bersifat kuantitatif, bukan kualitatif, sehingga tidak menjangkau masuk mempertanyakan alasan mengapa masyarakat tidak setuju, dan apa pula alasan 9 persen yang setuju. Sementara tercatat 27 persen responden tidak menjawab.(*)