Wisata Syariah di Bali
Tolak Wacana Desa Syariah, AHMI Tuntut Pemerintah Hormati Budaya Bali
"Kami tegas menolak jika Bali dijadikan pasar syariah," kata Koordinator Lapangan AHMI, Dewa Ketut Yadnya kepada awak media.
Penulis: I Putu Darmendra | Editor: gunawan
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - "Tolak Rencana Desa Syariah di Bali, Pertahankan Desa Adat Bali Peninggalan Mpu Kuturan," begitu tulisan yang terbaca dalam sebuah spanduk yang dibentangkan Aliansi Hindu Muda Indonesia (AHMI), Selasa (24/11/2015).
Siang tadi, sekitar 25 orang berpakaian adat madya menggelar aksi simpatik di depan Balai Budaya Gianyar.
Aksi damai tersebut dilaksanakan sebagai bentuk penolakan terhadap wacana yang akan menjadikan Bali sebagai salah satu wisatawa syariah.
(Tolak Wisata Syariah di Bali, ‘Tidak Cocok', Mangku Pastika Bilang Begini)
"Kami tegas menolak jika Bali dijadikan pasar syariah," kata Koordinator Lapangan AHMI, Dewa Ketut Yadnya kepada awak media.
Dewa Yadnya menilai, Bali sudah lekat dengan budaya maupun kearifan lokal tersendiri sejak dahulu kala.
Menurut dia, citra itu yang semestinya harus dikuatkan hingga menjadi daya tarik untuk para wisatawan.
Bukan sebaliknya, mencoba mengembangkan pariwisata syariah yang kata dia tidak bernafaskan budaya Bali.
"Sebab di Bali sudah memiliki budaya maupun kearifan lokal tersendiri. Kan ini yang harusnya dikuatkan agar tetap bertahan menjadi daya tarik bagi wisatawan," ungkapnya.
Pernyataan Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Bali yang berharap bisa membangun desa percontohan sebagai desa syariah di Bali juga dikecam.
Dewa Yadnya meminta agar pemerintah menghormati Bali beserta adat maupun budayanya.
Ia juga meminta masyarakat sadar dan tergerak hatinya untuk mempertahankan lingkungan Bali.
"Kami punya budaya sendiri. Lewat aksi ini kami ingin membangkitkan kesadaran masyarakat karena ada hal yang sedang mengusik," tandasnya. (*)
Info ter-UPDATE tentang BALI, dapat Anda pantau melalui:
Like fanpage >>> https://www.facebook.com/tribunbali
Follow >>> https://twitter.com/Tribun_Bali