Gerindra Dinilai Tolak Revisi UU Antiterorisme, Begini Komentar Fadli Zon

Pemerintah telah mengajukan Revisi Undnag-undnag antiterorisme ke DPR sejak Februari 2018, hingga saat ini belum ada titik temu di DPR

Editor: Alfonsius Alfianus Nggubhu
Kompas.com/Sherly Puspita
Fadli Zon saat menghadiri acara pelantikan Ketua DPW Ikatan Keluarga Minangkabau di Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (6/1/2018). 

TRIBUN-BALI.COM - Serangan teroris yang terjadi beberapa waktu terakhir di Indonesia semakin membuat warga dan seluruh elemen bangsa geram.

Bagaiman tidak, serang teroris ini selalu memakan korban baik warga sipil maupun aparat keamanan. Lebih menyedihkan lagi, peristiwa ini juga melibatkan anak-anak baik sebagai pelaku maupun korban.

Baca: TERUNGKAP, Siswa SMP Ini Halangi Mobil Pelaku Bom Gereja Pantekosta, Selamat Jalan Daniel

Baca: Bali Tattoo Expo 2018 Lebih Meriah, Hadirkan Seniman Tattoo Luar Negeri Mulai 18 Mei Ini

Baca: Ahmad Dhani Sebut Pelaku Bom Juga Korban, Jadi Jangan Hakimi Mereka

Hal mendesak yang harus dilakukan saat ini merevisi undnag-undang No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme agar bisa menjadi payung hukum bagi aparat kepolisisna untuk bertindak.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membantah jika partainya disebut menolak revisi Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Bahkan, kata Fadli, anggota Fraksi Gerindra di DPR, Muhammad Syafi'i justru yang memimpin Panitia Khusus revisi Undang-undang Antiterorisme itu.

"Bagaimana menolak, orang selama ini justru kami yang memimpin, tak ada masalah, pimpinan itu ada Gerindra, PAN, PKB, dan Nasdem. Saya kira sama sekali tuduhan itu tak benar," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/5/2018).

Revisi UU Antiterorisme kembali disorot pascarentetan serangan teroris di Surabaya, Jawa Timur.

Fadli justru menilai pemerintah yang menghambat pengesahan revisi UU Antiterorisme lantaran perbedaan pandangan di internal mereka terkait definisi terorisme.

Ia menambahkan, saat ini Indonesia sudah memiliki UU Antiterorisme dan bisa digunakan untuk menindak teroris.

Ia menilai, banyaknya aksi teror yang muncul belakangan bukan karena tak ada perangkat hukum, tetapi kegagalan intelijen dalam memetakan jaringan teroris di Indonesia.

Baca: Sebut Petugas Partai Tak Mampu Memimpin, Fadli Zon : Baiknya Bu Mega Jadi Capres 2019

Baca: Berbeda dengan Perang, Aksi Terorisme Sering Tiba-tiba dan Target Korban Acak Seringkali Warga Sipil

Baca: Pasca Rentetan Bom Bunuh Diri Di Surabaya, Ancaman Teror di Australia Meningkat, Ini Peringatannya

Baca: Dokter Gadungan Ngaku Praktek di RSUP Sanglah, Begini Korban yang Tertipu Lalu Menjebaknya

"Bukan terorisme terjadi karena undang-undang belum selesai. Otaknya dimana? Terorisme ini kejahatan extraordinary yang harus kita hadapi bersama. Bukan karena undang-undang," lanjut Fadli.

Saat ini, Fadli meminta pemerintah menyamakan pandangan terkait definisi terorisme agar revisi UU Antiterorisme segera disahkan.

Namun, ia mengingatkan agar definisi terorisme yang dirumuskan pemerintah tidak semena-mena sehingga mengancam HAM dan demokrasi.

"Jadi saya kira termasuk masalah definisi supaya orang tak nanti gampang dituduh teroris. Dan jangan dijadikan ini semacam nanti alat untuk melanggar HAM di masa yang akan datang. Dipakai untuk kepentingan politik, kepentingan yang lain di luar untuk memburu teroris," sambung Fadli.

Presiden Joko Widodo sebelumnya meminta DPR dan kementerian terkait untuk mempercepat revisi UU Antiterorisme.

Baca: Pande Made Iron Berlatih Jam 5 Pagi SEA Age Group Swimming Championship 2018

Baca: Kecelakaan di Cokroaminoto, Pria Ini Alami Luka Robek

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved