Koordinator KISARA Terkejut saat Mendapati Hasil Survei yang Digelar Tahun 2016

Survey ini ditujukan untuk mengetahui gambaran remaja dewasa ini dalam memandang sebuah kegiatan seksual.

Penulis: eurazmy | Editor: Eviera Paramita Sandi
Ilustrasi
Ilustrasi seks pra nikah 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tingkat keaktifan perilaku seksual remaja di Denpasar cukup mengkhawatirkan.

Hal ini terungkap dari survey yang dilakukan oleh KISARA (Kita Sayang Remaja), sebuah program remaja Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Bali pada tahun 2016.

Survey ini didapat dari 1200 sampel siswa-siswi SMP hingga SMA di 24 sekolah di Denpasar.

Survey ini ditujukan untuk mengetahui gambaran remaja dewasa ini dalam memandang sebuah kegiatan seksual.

Dalam survey tersebut mendapatkan hasil bahwa sebanyak 5 dari 10 remaja (48 persen) pernah mendengar teman sebayanya aktif melakukan kegiatan seksual, bahkan 2 persen diantaranya pernah mendengar teman sebayanya melakukan kegiatan heteroseksual.

Lebih lanjut, dari seluruh responden tersebut diketahui sebanyak 880 remaja atau 73,33 persen telah menjalin hubungan asmara (pacaran).

Nah, diantara sekian pasangan tersebut, 6,48 persen atau sebanyak 57 pasangan remaja tersebut sudah aktif melakukan hubungan seksual.

Rerata, mereka mengaku hubungan intim itu dilakukan pada usia 15 tahun, bahkan yang termuda ada yang melakukan sejak usia 11 tahun.

Koordinator KISARA, Luh Putu Wulandari Artha merasa terkejut saat mendapati hasil survey dengan angka yang lumayan besar tersebut.

Ini, kata dia, menunjukkan bahwa tingkat pendidikan kesehatan reproduksi (kespro) dan seksual masih belum maksimal.

Dari survey tersebut terungkap bahwa, 16,41 persen remaja mengaku tidak pernah dan tidak paham mengenai pendidikan kespro dan seksual.

"Sebenarnya aku lebih terkejut karena aku kira remaja gak bakal ada yang mau ngaku kalau sudah berhubungan seksual. Tapi ternyata mereka jujur, aku salut! Ini bisa ngebantu kita mengetahui bagaimana gambaran sikap remaja mengenai perilaku seks," akunya kepada Tribun Bali dikonfirmasi belum lama ini.

Bicara soal gambaran sikap remaja dalam memandang perilaku seksual juga didapati hasil yang mengejutkan.

Sebanyak 16,8 persen responden beranggapan bahwa kegiatan seks vaginal (berhubungan intim) dapat dilakukan sebelum menikah.

Lalu, sebanyak 18,7 persen responden mengatakan petting dan oral seks dapat dilakukan.

Sementara, 48,9 persen responden menganggap berciuman dan berpelukan adalah hal yang lumrah dilakukan sebelum menikah.

Yang lebih parah, dari hasil survey pada responden yang aktif melakukan hubungan intim mengaku tidak pernah menggunakan kondom mencapai angka 43,86 persen.

Sementara, 36,84 persen kadang-kadang memakai dan 19,30 persen responden selalu menggunakan kondom.

Itulah sebabnya angka Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) di Bali cukup tinggi.

Diketahui, sebanyak 36,92 persen atau sebanyak 443 dari 880 responden mengalami KTD.

Nah, 10,28 persen diantaranya pernah melakukan aborsi.

"Secara detail, 33 persen pakai jamu/obat, 15 persen melalui tenaga medis dan 1 persen memakai jasa dukun," papar wanita yang juga pengerak Youth Center of IPPA Bali ini.

Hal ini tentu, kata Wulan menjadi hal yang cukup memprihatinkan lantaran dari sebanyak 13.319 kasus HIV/AIDS pada tahun 2015, sebanyak 264 diantaranya diderita oleh remaja berusia 15 hingga 19 tahun.

Terakhir, data penderita kasus HIV/AIDS yang dihimpun Dinas Kesehatan Provinsi Bali di tahun 2018 bertambah hingga mencapai 19.683 kasus.

Prihatin akan hal itu, Wulan berharap adanya atensi dan kerjasama kolaborasi antar lintas stakeholder untuk mencegah hal ini.

Hal-hal yang dipandang perlu segera dilakukan mulai pemberian pendidikan kespro da seksual yang komprehensif kepada siswa sekolah baik melalui integrasi kurikulum maupun ekstrakulikuler.

"Pendidikan kespro seksual juga perlu melibatkan keluarga hingga ke ranah kurikulum pendidikan. Masalah kespro bukan hanya masalah dinas kesehatan atau LSM saja, tetapi juga masalah semua sektoral meliputi Dinas Pendidikan yang menaungi remaja, DP3AP2KB yang melindungi anak," tegasnya.

Informasi Aborsi Remaja Didapat Via Internet

Komisioner Divisi Hukum dan Advokasi di Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali, Ni Luh Gede Yastini pun angkat bicara soal fenomena ini.

Menurut dia, minimnya pengetahuan remaja soal hak reproduksi ini memang harus menjadi perhatian serius.

Dalam beberapa kasus, KTD pada remaja kata dia bahkan tidak tahu kalau dirinya hamil.

Setelah kejadian, lanjut dia, mereka lalu mencari informasi terkait bahkan informasi untuk menggugurkan anaknya di internet, bukan pada tenaga medis.

"Padahal info belum jelas keberadaannya. Dari kasus yang berhasil diungkap kami, remaja mencari tahu cara-cara aborsi dari internet dan membeli obat yang digunakan untuk aborsi juga secara online," terangnya.

Bahkan, lanjut dia, sejak tahun 2017 kasus pembuangan bahkan pembunuhan bayi banyak terjadi.

Selama ini, pengetahuan tentang hak reproduksi bagi anak masih dianggap hal tabu.

"Padahal ini penting dan harus diberikan. Tentunya sesuai dengan usia anak secara bertahap," tandasnya. (azm)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved