Masih Banyak Temuan Penggunaan Bahan Berbahaya pada Makanan, Putri Koster Harap Ada Sanksi Tegas

Putri Suastini Koster ingin ada aturan dan sanksi tegas untuk memutus mata rantai penyalahgunaan zat berbahaya

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Irma Budiarti
Humas Pemprov Bali
Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali, Putri Suastini Koster (kiri) dan Kepala BBPOM di Denpasar, I Gusti Ayu Adhi Aryapatni (kanan), saat hadir di acara dialog “Hai Bali Kenken” yang mengangkat topik ‘Bebaskan Pangan dari Bahan Berbahaya’ di Studio RRI Denpasar, Senin (21/1/2019). 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali, Putri Suastini Koster ingin ada aturan dan sanksi tegas untuk memutus mata rantai penyalahgunaan zat berbahaya, seperti pewarna tekstil, borak dan formalin pada bahan pangan.

Menurut dia, masih ditemukannya penggunaan zat pewarna tekstil seperti Rhodamin B dan Methanyl Yellow, pada sejumlah produk pangan sangat mengkhawatirkan karena menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.

Hal itu diutarakannya saat diundang menjadi narasumber pada acara dialog “Hai Bali Kenken” yang mengangkat topik ‘Bebaskan Pangan dari Bahan Berbahaya’ di Studio RRI Denpasar, Senin (21/1/2019).

Mengutip hasil temuan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM), Putri Koster menyebut beberapa bahan pewarna tekstil yang masih digunakan pada jenis jajan untuk upacara seperti jaja uli, jaja begina dan jaja cacalan.

Baca: Dua Siswi SMP dan SMK Ini Rebutan Pacar Hingga Berkelahi di Jalanan, Videonya Viral

Baca: Fakta Penemuan Dua Jasad Terbakar di Pasuruan, Korban Ditemukan dalam Kondisi Tangan & Kaki Terikat

Setelah digunakan untuk upacara, jajan-jajan tersebut memang seringkali tak dikonsumsi namun akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti babi.

“Namun yang perlu diingat, daging dari ternak itu juga nantinya akan kita konsumsi. Demikian pula bila zat pewarna tekstil digunakan untuk nasi segehan dan kemudian dimakan ayam, dagingnya juga kita yang makan," terangnya.

Menurut dia, dampak dari zat pewarna berbahaya memang tak bisa dirasakan dalam jangka pendek.

Dampaknya, ujar Putri Koster, baru akan dirasakan dalam jangka panjang seperti munculnya penyakit kanker.

Putri Koster menambahkan, instansi terkait seperti BBPOM sejatinya sudah melakukan berbagai upaya untuk melakukan edukasi dan pembinaan agar masyarakat jangan lagi memanfaatkan bahan pewarna tekstil pada bahan pangan.

Baca: Setelah Sempat Membaik, Kini Nilai Tukar Rupiah Kembali Melemah di Angka Rp 14.212

Baca: Pulang Berlibur dari Jepang, Syahrini Ketahuan Pakai Gelang Couple dengan Reino Barack?

Namun nyatanya hingga saat ini, sebagian masyarakat masih tetap menggunakannya karena barangnya masih mudah diperoleh dan harganya juga terjangkau.

Menyikapi persoalan ini, Putri Koster menilai perlu adanya payung hukum berupa Pergub atau Perda yang disertai penerapan sanksi tegas.

“Kalau penyusunan Perda waktunya kelamaan karena membutuhkan pembahasan di DPRD, untuk jangka pendek bisa didahului dengan sebuah Pergub,” imbuhnya.

Pada bagian lain, Putri Koster juga menegaskan komitmen TP PKK Bali mendukung program BBPOM untuk mengedukasi masyarakat agar tak lagi menggunakan bahan berbahaya dalam produksi pangan.

Ia berpendapat, upaya ini membutuhkan sinergi dari semua pihak karena BBPOM tak bisa bekerja sendiri.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved