Ketua PHRI Denpasar Minta Kontribusi 10 Dolar Dikaji Lagi, Perlu Dibandingkan dengan Kompetitor

Menurut Ketua PHRI Denpasar, perlu kajian mendalam sebelum kebijakan kontribusi wisatawan mulai diterapkan

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Wema Satya Dinata
Ketua PHRI Denpasar sekaligus Ketua Badan Promosi Daerah Denpasar, Ida Bagus Gede Sidharta Putra. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Raperda tentang kontribusi wisatawan untuk pelestarian lingkungan alam dan budaya Bali masih dalam proses pembahasan oleh Pansus DPRD Bali.

Ketua PHRI Denpasar sekaligus Ketua Badan Promosi Daerah Denpasar, Ida Bagus Gede Sidharta Putra mengatakan diperlukan pengkajian mendalam sebelum kebijakan itu diputuskan untuk diterapkan.

“Yang namanya kenaikan selalu akan menjadi pertanyaan. Sebaiknya kontribusi 10 dolar itu dikaji. Maksudnya, yang menjadi pertanyaan bukanlah 10 dolarnya, tapi uang tersebut mau digunakan untuk apa,” kata Sidharta saat ditemui di Griya Santrian Sanur, Denpasar, Rabu (30/1/2019).

Terkait sudah adanya kajian dari Universitas Udayana yang menyatakan 60 persen wisatawan mancanegara (wisman) setuju untuk membayar, ia mengatakan memang kajian-kajian seperti itulah yang diperlukan, namun selain kajian yang dilakukan oleh akademisi, dari praktisi perlu juga untuk disurvei karena mereka lah yang dianggap sebagai buyer.

Baca: Dalam Waktu Dekat Pansus akan Konsultasi dengan Barindo Soal Raperda Kontribusi Wisatawan

Baca: Soal Kontribusi 10 Dolar Untuk Wisman yang ke Bali, Made Santha Klaim Dapat Restu 5 Kementrian

“Perlu disurvei buyer, yaitu travel agent yang membeli packaging dari paket-paket wisata ke Bali. At the end ini adalah industri. Bisnis itu juga harus dilihat baik demand dan supply-nya, bagaimana harga kita dengan harga yang lain,” kata pria yang juga sebagai Ketua Yayasan Pembangunan Sanur ini.

Disamping itu yang masih perlu dikaji, kata dia, adalah terkait dengan positioning price yang ada di Bali ini dibandingkan dengan para kompetitor lainnya, seperti Thailand dan Vietnam.

“Sehingga apakah kompetitif gak pricing kita itu? Itu harus dilihat karena bagaimanapun juga kalau dibandingkan antara harga hotel di Eropa dengan Bali tidak ada apa-apanya, masih murah tapi bagaimana dengan pesaing langsung kita seperti Thailand, Vietnam,” tanya Sidharta.

Pihaknya sangat setuju nanti uang dari pungutan kontribusi dipergunakan untuk kepentingan memperbaiki Bali, namun jangan sampai value-nya tetap sama.

Baca: Butuh Uang, Vanessa Angel Terpaksa Jual Mobil Kesayangannya Yang Belum Lunas

Baca: Kecamuk Sandria! Persaingan Jadi Motivasi Anak Medan, GS Akui Tantangan Berat di Pos Bek Kiri

“Jadi dia sudah kena kontribusi tapi di sini (Bali, red) tidak ada perubahan apalagi tidak ada transparansi penggunaan uang, maka itu nanti akan menjadi sebuah bumerang,” ujarnya.

Sidharta mencontohkan dulu pernah ada environment tax di Majorca, Spanyol.

Pajak tersebut memang digunakan untuk pelestarian lingkungan lantaran jumlah penduduknya 30-40 juta tapi wisatawan yang datang bisa mencapai 80 juta, sehingga otomatis ada masalah dalam pengolahan limbah, namun selanjutnya kunjungan wisatawan ke sana sempat turun karena mungkin pengelolaan, efektivitas dari penggunaan uangnya kurang tepat.

“Intinya jangan sampai alih-alih untuk melakukan itu, kemudian kita bebankan ke konsumer. Nanti konsumer akan membandingkan nilainya dengan tempat lain. Kalau terlalu mahal, ada yang concern sekali karena tidak selalu mereka memiliki kemampuan membayar, seperti ada wisatawan backpackers,” terangnya.

Berikutnya, sambung dia, perlu dikaji juga apakah semua wisatawan yang datang dikenakan kontribusi ataukah dikenakan berdasarkan waktu mereka tinggal di Bali.

Baca: Satgas Anti Mafia Bola Geledah 2 Kantor PSSI, Begini Tanggapan Mabes Polri

Baca: Gaji Anda Naik? 5 Tips Kelola Pengeluaran Ini Perlu Anda Perhatikan

“Itu yang perlu diperdalam lagi, kita juga perlu lihat kompetitor lain,” imbuhnya.

Ketika ditanya, apakah pungutan kontribusi itu akan mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Bali, Sidharta menjawab sedikit tidaknya pasti mempengaruhi karena akan terjadi kenaikan biaya berkunjung.

Dikatakannya kenaikan 50 sen sampai 1 dolar saja, biasanya tamu akan menanyakan.

“Namun, kalau memang semua pihak sudah setuju, kita sebagai masyarakat senang juga, karena quality tourism juga meningkat. Tapi juga harus hati-hati apakah pasar bisa menerima,” tuturnya.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved