Komnas PA Beber Pengakuan Korban Paedofilia di Ashram: GI Ajak Korban Mandi Bersama
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, sudah bertemu satu dari 12 korban kasus dugaan paedofilia di Ashram Gandhi
Penulis: Busrah Ardans | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, sudah bertemu satu dari 12 korban kasus dugaan paedofilia di Ashram Gandhi Puri Sevagam, Desa Paksebali, Klungkung, Bali.
Dari pengakuannya, korban sering diajak mandi bersama hingga pijat memijat.
Hal ini disampaikan Arist saat mendatangi Polda Bali, Kamis (14/2) pagi.
Baca: Fakta Mengejutkan di Balik Kasus Paedofilia di Klungkung, Arist: Bali Surga Nomor 3 Asia Tenggara
Sehari sebelumnya, Arist sudah mendatangi Ashram Gandhi Puri Sevagam, Rabu (13/2) siang.
Malamnya ia bertemu seorang korban dalam dugaan kasus kejahatan seksual pada anak-anak ini.
"Jadi hari ini (kemarin, red) saya melaporkan kunjungan saya dan tim kemarin di Ashram Klungkung juga hasil dari interview saya dengan seorang korban tadi malam (Rabu malam, red) yang mengaku sebagai korban pada tahun 2010, dan juga merupakan satu di antara 12 orang yang melarikan diri dari ashram,” ujar Arist kepada awak media di Polda Bali, kemarin.

Dari penuturan korban, disebutkan memang terjadi peristiwa seperti dugaan kejahatan seksual pada anak alias paedofilia yang diduga dilakukan oleh GI, seorang tokoh penekun spritual dan juga pemilik ashram.
“Misalnya apa yang dilaporkan seperti diajak mandi bersama, kemudian seperti pijat, dan kegiatan lainnya yang membuat 12 orang ini tidak menyangka ada peristiwa seperti itu," kata Arist.
Dalam pertemuannya pada Rabu malam itu, ia menuturkan kondisi korban terganggu dengan kembali beredarnya isu ini. Apalagi korban sudah berkeluarga.
"Korban ini kan dalam keadaan ketakutan, maklum saja dirinya tidak mau terekspos. Atas dasar itu kita bertindak ini sebagai yang melaporkan. Rencananya tanggal 21 (Februari) ini saya akan bertemu dengan 12 orang korban ini. Kami sedang melakukan pembicaraan dan mengorganize pertemuan ini. Karena mereka tersebar tempat tinggalnya. Ada di desa satu-tiga orang tapi masih di wilayah Bali,” terangnya.
"Saya tidak berandai-andai tapi saya yakinkan satu korban tadi malam, bahwa nanti tanggal 21 hasilnya belum maksimal itu bisa saja. Tapi kita berusaha tetap ada pertemuan itu," imbuhnya, penuh optimisme.
Bagaimana jika hanya tiga sampai empat orang korban yang hadir dalam pertemuan nanti? Aktivis anak dengan ciri khas rambut gondrong dan brewok ini menyatakan tidak jadi masalah.
"Itu sebuah pengakuan, kan nanti saksi itu memberikan keterangan output-nya adalah keterangan bahwa dia mengakui ada peristiwa itu. Bentuknya apa, itu dia yang sebelumnya saya katakan bahwa disepakati ada dugaan peristiwa pada tahun 2010 dan 2015."
"Nah, untuk mendalami itu, apa bentuknya, maka itu harus diceritakan. Seperti tadi yang saya sampaikan, fisiknya bagaimana, misalnya ada mandi bersama, pijat, bahkan katanya dari senior-seniornya bilang harus menghindari ketika terjadi pemanggilan misalnya. Ini yang harus diceritakan pernah terjadi itu tanggal berapa. Artinya itu, korban tidak perlu datang ke polisi, kita yang melaporkan itu," jelas dia merinci.
Masih Trauma