Komnas PA Beber Pengakuan Korban Paedofilia di Ashram: GI Ajak Korban Mandi Bersama
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, sudah bertemu satu dari 12 korban kasus dugaan paedofilia di Ashram Gandhi
Penulis: Busrah Ardans | Editor: Ady Sucipto
“Langkah-langkah itu sudah kita lakukan. Tapi sampai saat ini informasi yang kita dapatkan itu belum bisa kita jadikan sebagai dasar untuk menindaklanjuti ke proses penyidikan. Karena sampai saat ini tidak ada korban yang mau melapor terhadap adanya kejadian itu. Dan kami juga sudah jemput bola terhadap informasi tersebut," kata Fairan di hadapan wartawan.
Ditambahkan, pihaknya tetap mencari informasi lebih lanjut untuk memperlihatkan keseriusan menangani kasus seperti ini. Polda Bali sudah berkomitmen memberantas kasus paedofilia di Bali.
Ditanya mengenai tidak mesti adanya delik aduan, kata dia, pihaknya juga ingin dalam proses ini membutuhkan adanya korban. Apalagi dugaan kejadian itu terjadi 2010 kemudian informasinya 2015.
"Artinya terhadap korban itu 2019 sudah dewasa. Jika ada yang merasa dirinya korban, dengan senang hati kita akan menerima laporan itu. Jadi jangan dibawa seolah-olah kejadian itu terjadi tahun ini. Kalau korbannya bersedia kami akan dekati dan kita serius menerima. Selama ini kasus-kasus seperti ini tidak ada yang kita abaikan,” ungkap Fairan.
"Jika informasi-informasi itu sekedar informasi yang mengatakan peristiwa itu terjadi tapi tidak didukung bukti-bukti, ya hanya sekedar informasi yang tidak bisa kita olah jadi data, kita validasi, jadikan bukti untuk proses penegakan hukum," imbuhnya.
Saat ini Ditreskrimum Polda Bali masih dalam tahap mengolah informasi itu. Supaya bisa menjadi data, dan data tersebut divalidasi supaya menjadi bukti hukum.
"Kalau ada buktinya, ada laporan, jika ada laporan kita proses begitu. Tapi ingat ya konon katanya kejadian itu 2010. Saya tidak bisa memanggil terduga kalau belum ada korbannya. Kita lidik dulu, betul kah ada peristiwa itu," jelasnya lagi.
Pihak Polda Bali pun dijelaskannya sudah mendatangi yang diduga TKP. Pun pula sudah bertemu psikiater Prof Suryani yang disebut-sebut memiliki data korban.
"Kami datang ke sana, tidak mungkin ada informasi kemudian kita tidak ke sana. Lakukan penyelidikan. Sudah ketemu juga Prof Suryani. Cuma ingat, beliau kan dokter, psikiater dia punya etika juga merahasiakan pasiennya. Jadi itu juga harus saya hormati. Semua itu ada aturannya, ada informasi tapi jangan abaikan aturan yang ada,” katanya.
"Yang mengetahui data satu orang anak diduga menjadi korban. Tapi jika orang yang diduga menjadi korban dan tidak merasa menjadi korban, apakah saya harus paksakan? Kami juga memiliki anak-anak, bukan berarti kepolisian tidak peduli. Tapi penegakan hukum mempunyai aturan," tegasnya.
Di sisi lain, Fairan menyayangkan mengapa pada tahun-tahun sebelumnya, orang-orang yang mengetahui kasus ini tidak getol menindaklanjuti. Jika kasus ini dilaporkan tahun 2015 tentu prosesnya lebih mudah.
"Saya juga menyayangkan mengapa waktu 2015 itu orang-orang yang tahu tidak melaporkan ke polisi. Artinya ini membuat kita juga ada sedikit kesulitan. Tapi sekali lagi jika kita temukan korban dan melihat dia bersedia menjadi saksi maka kita akan proses tuntas," janjinya. (bus)
Simak video lengkapnya di bawah ini :