Serba Serbi

Menguak Batur Saat Ngusaba Kadasa 1941 Pura Ulun Danu Batur

Diskusi bertajuk "Batur, Air, Tradisi Lampau dan Kini" digelar Tim Batur Kata Penyambung Peradaban di Pura Ulun Danu Batur

Penulis: Putu Supartika | Editor: Irma Budiarti
Panitia Diskusi
Pelaksanaan diskusi Batur, Air, Tradisi Lampau dan Kini, di Pura Ulun Danu Batur, Desa Pakraman Batur, Sabtu (30/3/2019) malam. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Antropolog, I Ngurah Suryawan dalam diskusi bertajuk "Batur, Air, Tradisi Lampau dan Kini" yang digelar Tim Batur Kata Penyambung Peradaban di Pura Ulun Danu Batur, Desa Pakraman Batur, Sabtu (30/3/2019) malam, mengungkapkan ada kontradiksi mendasar yang tengah dihadapi manusia Bali saat ini.

Di tengah kebangkitan Hindu yang dibangga-banggakan, yang ditandai dengan meriahnya ritual dan hiruk pikuk tangkil ke pura, manusia Bali juga beriring ironi yang jauh bertolak belakang.

Menurutnya, kebangkitan agama turut diikuti dengan praktik-praktik dehumanisasi yang bertolak belakang dengan konsep adiluhung yang tersurat dalam ajaran agama.

"Saya tertusuk hingga ke hulu hati ketika melihat kemeriahan ritual dan kesadaran umat tangkil ke pura beriring dengan keberingasan orang Bali, baik menebas saudaranya sendiri maupun terbius narkoba. Bisa jadi, pagi harinya mencakupkan bakti ke pura, namun petang harinya mulai beringas dan selalu awas jika suatu saat diserang musuh," tuturnya.

Akar permasalahan itu dinilai lantaran amanat yang menjadi inti pelaksanaan ritual dan tradisi itu tak sampai hingga ke akar rumput.

Baca: Gejala Pankreatitis Yang Wajib Diketahui Mulai Kotoran Berlemak Hingga Nyeri Perut Hebat

Baca: Layak Ditiru, 6 Kegiatan yang sering dilakukan oleh Orang Sukses Saat Mengisi Akhir Pekan

Pesan itu mandul, tak mampu menyentuh dan menjadi cermin hingga ke lapisan masyarakat terbawah.

Ilmu pengetahuan terkungkung pada labirin lapis atas, yang hanya dapat dijangkau oleh segelintir orang.

"Bali dengan ritual dan tradisinya terpaku pada ortodoksi, sementara ilmu pengetahuan hanya diketahui oleh sebagian orang. Ilmu pengetahuan tidak membumi," ucapnya dalam diskusi yang berlangsung saat Ngusaba Kadasa 1941 Pura Ulun Danu Batur.

Di sisi lain, Ngurah mengatakan ada sebuah pertentangan yang seakan abadi antara tradisi dan perubahan.

Ia menilai pada dasarnya tradisi adalah ruang untuk berubah ke peradaban yang lebih maju.

Hal tersebut dapat dicapai asalkan ia menyisakan ruang untuk perbedaan.

Baca: Tahukah Anda, Survei Ini Membuktikan Kentut Mampu Menguatkan Hubungan Pasangan Makin Mencintai

Baca: Ini Masalah-masalah yang jadi Sorotan Dewan Kota Denpasar

"Tradisi hendaknya menjadi modal sosial untuk perbedaan. Batur memberi cerminan dalam perubahan tradisi itu. Jejaring desa pendukung pura-pura di kawasan Batur adalah modal sosial tiada tanding. Jejaring inilah yang mendukung keberlangsungan tradisi dan ritual. Namun, meski banyak memproyeksikan itu, bisakah Batur dan tradisinya adaktif untuk bergerak maju?" katanya.

Menanggapi hal itu, seorang tokoh Batur, Wayan Absir, yang turut urun rembug menilai jalan keluar mengurai benang kusut itu terletak pada persoalan pemajuan sumber daya manusia (SDM).

Ia melirik, dana-dana bantuan sosial yang selama ini mengalir deras sudah saatnya diarahkan pada pemajuan SDM, khususnya dalam penguatan ekonomi dan penguatan pemaknaan ritual serta tradisi.

Baca: Era Baru Kekaisaran Jepang Diberi Nama Rewa, Inilah Artinya

Baca: Edarkan Sabu hingga ke Nusa Penida, Dua Anggota Ormas Ditangkap

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved