Citizen Journalism

Hasil Petik Minim, Walet di Goa Batu Melawang, Nusa Ceningan Menghilang

Pengelolaan sarang burung walet yang dilakukan PDNKK ini ibarat 'ngelawar capung'.

Tribun Bali/Istimewa
Proses memetik sarang walet di Goa Batu Melawang, Nusa Ceningan. Hasil minim tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. 

“Ini perlu penelitian penyebabnya, mengapa sarang burung walet bisa merosot. Tadi kami taruh termometer di ruangan goa, suhunya 30 derajat celcius. Padahal suhu nyaman walet dari literarture yang saya baca 27 – 29 derajat celcius,” terangnya. 

Walaupun demikian ini bisa menjadi petunjuk bahwa suhu goa semakin panas yang menyebabkan walet tidak nyaman tinggal yang kemungkinan menyebabkan mereka migrasi.

Lebih lanjut dikatakan, pengelolaan sarang burung yang dilakukan PDNKK ibarat ngelawar capung.

“Biaya petiknya lebih besar dari hasil petiknya kalau dijual. Balik modal saja sudah untung karena kami jual dengan sistem paket sehingga tidak rugi saja. Kedepan dengan biaya yang lebih besar dan pemasukan sarang burung walet, bisa saja ke depan sarang burung dikembalikan ke Pemda Klungkung untuk selanjutnya dikonservasi," imbuhnya.

Untuk memetik walet tersebut menggunakan bantuan tujuh orang dengan biaya Rp 250 ribu per orang.

Seharusnya, kata dia, pemetikan dilakukan empat kali dalam setahun, namun kali ini baru dua kali dan sebelumnya tidak dilakukan pemetikan karena PDNKK tidak memiliki biaya.

“Sekali panen membutuhkan biaya Rp 12-14 juta, sedangkan hasilnnya jauh dari itu,” ujarnya.

Dan rencananya pada Bulan Oktober nanti akan dicoba untuk dilakukan pemetikan kembali.

Hal ini juga menurut Wayan Padol, usai melakukan pemetikan mengatakan hasil ini jika dibandingkan pada tahun-tahun awal di kelola pemerintah daerah, tahun 1990 silam hasilnya bisa mencapai 30 kg dan itu sangat bersih sekali.

“Tapi sekarang hanya 2-4 kg saja, itu sudah sangat rugi, jika dibandingkan dengan tenaga yang dikeluarkan untuk turun memetik,” ujarnya.

Dulu kalau kita ada di sekitar goa batu melawang saking banyak walet, warga sering ditabrak, mereka berhamburan keluar.

Sekarang jarang terlihat, walaupun ada yang melintas jumlah bisa dihitung dengan jari.

“Selain itu, kondisi peralatan di dalam gua, seperti tangganya sudah keropos, kami sangat tidak berani untuk menaikinya, berat kondisi di dalam,” terangnya.

Sementara salah seorang pegiat pariwisata di Nusa Lembongan, Kadek Sukadana, mengatakan sebenarnya sarang burung walet sangat laku dijual kepada wisatawan.

“Saya yang berlangganan di PDNKK, untuk kebutuhan wisatawan, karena sarang burung walet rumahan dengan alami sangat jauh kualitasnya yang alami dibandingkan dengan yang di rumahan,” terangnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved